Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MPR: Aneh, Sikap Presiden Keluarkan Perppu untuk MK

Kompas.com - 07/10/2013, 20:54 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan peraturan peralihan pengganti undang-undang  terkait proses seleksi dan pengawasan Mahkamah Konstitusi  dinilai janggal. Pasalnya, selain dianggap bukan dalam situasi genting, perppu yang nantinya akan berbentuk undang-undang ini berpeluang kembali dilakukan judicial review dan digugurkan oleh MK sendiri.

”Aneh juga. Perppu (peraturan peralihan pengganti undang-undang) itu, kan, keluar dalam hal kegentingan yang memaksa. Ada kondisi yang sedemikian rupa, yang tidak bisa lagi ditempuh dengan cara-cara normal. Namun ini mau buat perppu kok sudah diumumkan terlebih dulu, padahal belum ada perppu-nya. Kita pun bertanya, kalau begitu, kegentingan yang memaksanya di mana?” tanya Wakil Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat Lukman Hakim Saifuddin, di kompleks Parlemen, Senin (7/10/2013).

Selain itu, Lukman mengatakan, keanehan lainnya adalah soal penerbitan perppu yang akan disahkan menjadi undang-undang. Perppu disebutkan Presiden akan memberikan kembali kewenangan Komisi Yudisial (KY) dalam mengawasi Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, lanjut Lukman, MK  pernah menganulir kewenangan KY mengawasi MK melalui judicial review undang-undang KY.

”Kami khawatir ini juga akan di-review kembali oleh MK. Perppu ketika sudah mendapatkan persetujuan oleh DPR, maka akan menjadi undang-undang. Ketika menjadi undang-undang, maka akan menjadi object review dari MK. Sangat tidak etis menghidupkan kembali norma yang sudah pernah ditempuh sebelumnya,” ucap Lukman.

Menurut Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini, langkah paling aman dalam mengembalikan kewenangan KY mengawasi MK adalah melalui amandemen Undang-Undang Dasar 1945. ”Cara ini (amandemen UUD 1945) adalah yang paling elegan karena pengawasan ini tidak sederhana. Ada tata cara, mekanisme, dan lain-lain yang perlu melibatkan banyak kalangan supaya tidak terdapat lubang-lubang yang bisa dikritisi,” ungkap Lukman.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Akil sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Pilkada Lebak, Banten, yang ditangani Mahkamah Konstitusi (MK). Saat ini, Akil Mochtar telah ditahan di Rumah Tahanan KPK sejak Kamis (3/10/2013).

Sejak peristiwa ini terungkap ke publik, banyak desakan agar proses pengawasan dan perekrutan MK diperbaiki. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menggelar pertemuan dengan enam pimpinan lembaga negara, seperti Ketua DPR, Ketua MA, Ketua KY, Ketua MPR, Ketua BPK, dan Ketua DPD, pada Sabtu (5/10/2013). Pertemuan menghasilkan rumusan perlunya Presiden mengeluarkan perppu untuk mengembalikan kewenangan KY dan juga memperbaiki proses perekrutan hakim konstitusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com