Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jaksa Tuntut Pencabutan Hak Dipilih dan Memilih Djoko Susilo

Kompas.com - 21/08/2013, 00:52 WIB
Dian Maharani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi juga meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mencabut hak memilih dan dipilih mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspekur Jenderal Djoko Susilo. Pencabutan hak tersebut dituntut menjadi hukuman tambahan bagi Djoko.

"Meminta majelis hakim memutuskan, menjatuhkan hukuman tambahan dengan pencabutan hak-hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik," kata Jaksa Pulung Rinandoro di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (20/8/2013) malam. Sebelumnya, Djoko dituntut dengan pidana penjara 18 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider kurungan 1 tahun.

Pulung mengatakan, hukuman tambahan diatur dalam Pasal 10 huruf b KUHP juncto Pasal 35 Ayat 1 angka 3 KUHP. Di dalam kedua pasal diatur bahwa pidana tambahan dapat dijatuhkan berupa pencabutan hak tertentu, termasuk hak pemilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum.

Dalam tuntutannya, jaksa menyatakan bahwa Djoko yang juga adalah mantan Gubernur Akademi Kepolisian ini terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan simulator untuk ujian surat izin mengemudi (SIM) di Korlantas Polri pada 2011. Dengan perbuatannya itu dia telah memperkaya diri dengan nilai Rp 32 miliar.

Nominal dugaan memperkaya diri sendiri tersebut didapat Budi Susanto, Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA). Perusahaan tersebut merupakan pemenang tender proyek simulator ujian SIM pada 2011.

Djoko didakwa telah bersepakat dengan Budi dalam membuat harga penentuan sendiri (HPS) simulator kendaraan roda dua dan empat untuk ujian SIM tersebut. Berdasarkan HPS itu, harga alat tersebut kemudian digelembungkan. Kerugian akibat tindakan ini mencapai Rp 121,83 miliar.

Jaksa dalam tuntutannya juga menyatakan bahwa Djoko diduga terbukti melakukan pencucian uang selama kurun waktu 2003-2010 dan 2010-2012. Harta benda Djoko dinilai sebagai penyamaran atas uang hasil korupsi. Nilai harta benda Djoko tidak sesuai dengan profil sebagai Kepala Korlantas Polri.

Jaksa penuntut umum juga menuntut DJoko membayar uang pengganti Rp 32 miliar. Jika uang pengganti tak dibayar dalam kurun waktu satu bulan sejak putusan perkaranya memiliki kekuatan hukum tetap, maka jaksa pun menuntut agar penyitaan dilakukan terhadap harta benda Djoko untuk dilelang sebagai pembayar uang pengganti. Kalau jumlah harta yang dilelang masih tak mencukupi pembayaran uang pengganti, maka jaksa menuntut Djoko dikenakan pidana penjara 5 tahun.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Nasional
Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com