JAKARTA, KOMPAS.com – Dosen Universitas Negeri Malang, M Djauzi Moedzakir, mengatakan, banyaknya jumlah petugas lembaga pemasyarakatan tidak menjamin akan menyelesaikan persoalan di lapas yang terjadi belakangan ini. Yang terpenting bagaimana kualitas petugas lapas yang profesional dan berintegritas.
"Inti dari visi lembaga pemasyarakatan adalah mendidik, bukan menghukum," kata Djauzi dalam seminar "Revitalisasi Sistem Pendidikan Pemasyarakatan Menuju Profesionalisme dan Integritas Petugas" di kampus Universitas Negeri Jakarta, Senin (22/7/2013).
Menurut Djauzi, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, filosofi lapas telah mengalami perubahan mendasar. Perubahan tersebut tidak lagi menjadikan lapas sebagai penghukum atau sosok yang membuat efek jera para napi. Lapas kini bertugas sebagai tempat mendidik dan membantu para napi agar bisa kembali ke masyarakat sebagai warga negara yang baik.
Untuk mewujudkan visi lapas yang tertuang dalam Pasal 1 dan Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 1995 tersebut, Djauzi mengatakan bahwa kualitas sumber daya yang mumpuni mutlak diperlukan. Ia menekankan bahwa persoalan pada petugas lapas bukan pada kuantitas, melainkan pada kualitas petugas lapas itu sendiri.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan HAM Y Ambeg Paramarta mengatakan, insiden kerusuhan di lapas yang terjadi belakangan ini merupakan fenomena gunung es. Menurutnya, persoalan tersebut lebih rumit daripada yang selama ini masyarakat lihat.
"Jika kita melihat di bawah permukaan, masih banyak berbagai persoalan," ujar Ambeg.
Persoalan lain itu, katanya, antara lain kekerasan, huru-hara, dan perlakuan istimewa di lapas. Ada juga masalah kelembagaan terkait pola hubungan kerja dan aspek tata laksana yang belum berjalan dengan baik, sarana dan prasarana yang kurang memadai, serta lemahnya sumber daya manusia (SDM). Menurut Ambeg, ini merupakan sedikit contoh persoalan klasik di lapas.
"Persoalan ini harus diselesaikan. Jika tidak, hal ini hanya akan menunggu kapan serta tempatnya di mana (peristiwa serupa akan terjadi)," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.