JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai, upaya pemberantasan korupsi secara konvensional sudah tak berlaku di negeri ini. Memberantas korupsi harus dilakukan secara radikal. Samad pun siap menjadi tumbal jika cara-cara yang dilakukannya dalam memberantas korupsi dianggap melanggar etika.
"Korupsi sudah masif dan sistematis. Jadi, tidak bisa dengan cara yang biasa-biasa saja, harus dengan cara radikal yang progresif!" kata Samad dalam Seminar Perlindungan dan Pengembalian Aset Negara di Hotel Borobudur, Kamis (9/5/2013).
Samad mengungkapkan, saat ini praktik-praktik korupsi sudah dilakukan dengan cara-cara canggih. Jika dulu hanya sebatas pungli dan manipulasi, kini ia mencontohkan, praktik korupsi bahkan sudah mencakup skala internasional dengan melarikan aset negara ke negara lain.
"Dengan kondisi ini, cara konvensional tidak mungkin lagi dilakukan. Kita harus progresif walaupun kadang-kadang tindakan itu menyerempet pada pelanggaran kode etik. Kalau ada yang harus ditumbalkan, saya jadi tumbal pun tak masalah," katanya berapi-api.
Pernyataannya ini seolah mengingatkan kembali kasus pelanggaran etika yang membelitnya beberapa waktu lalu terkait bocornya draf surat perintah dimulainya penyidikan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Saat itu, Komite Etik KPK mengusut asal mula bocornya draf itu. Akhirnya, Komite Etik KPK menetapkan staf Abraham Samad bernama Wiwin Suwandi sebagai pelaku utama.
Namun, Samad sebagai pimpinan KPK tetap mendapatkan sanksi sedang lantaran dianggap lalai sehingga menyebabkan stafnya bisa membocorkan draf sprindik yang sifatnya rahasia negara itu kepada publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.