Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Tiga Hakim Pencoreng Muka

Kompas.com - 28/12/2012, 08:40 WIB
Amir Sodikin

Penulis

KOMPAS.com - Kritik kepada Mahkamah Agung akhir-akhir ini begitu deras. Sebuah lembaga yang begitu agung dan harusnya suci itu hampir saja terseok dan jatuh karena banjir kecaman akibat integritas aparaturnya terkuak bernoda.

Transparansi menyelamatkan MA dari ketidakpercayaan masyarakat. MA mengusulkan Mahkamah Kehormatan mengadili hakim agung dan memberhentikan hakim agung dengan tidak hormat.

”MA sering dicaci-maki, tapi saya diam saja,” kata Ketua MA Hatta Ali dalam refleksi akhir tahun di Jakarta, Kamis (27/12).

Kasus yang menampar MA adalah perubahan amar putusan terpidana narkotika Hanky Gunawan dari 15 tahun jadi 12 tahun. Kasus ini melibatkan Hakim Agung Achmad Yamanie.

Yamanie telah diberhentikan dengan tidak hormat dan tidak berhak atas pensiun meskipun telah jadi pegawai 42 tahun. ”Itu konsekuensi,” kata Hatta yang menyebut kasus ini jadi refleksi paling berharga agar MA berbenah.

Kasus Yamanie dilihat sebagai momentum MA untuk membersihkan diri.

Kasus narkoba hakim Puji juga dianggap tamparan keras bagi MA. Di saat kampanye untuk menjaga integritas hakim digalakkan, tiba-tiba hakim di Pengadilan Negeri Bekasi ini ditangkap polisi terkait narkoba.

”Sesuai ketentuan, sejak ditangkap, yang bersangkutan diberhentikan sementara sambil menunggu keputusan tetap,” kata Hatta.

Jika terbukti bersalah, Puji akan diberhentikan dengan tidak hormat. Menurut Hatta, tamparan seperti ini tak boleh ditutup-tutupi. Tidak zamannya lagi semangat korps dijaga untuk hal-hal negatif.

Hakim Chaidir

Di saat jalan MA merebut kembali supremasi kewibawaan di trek benar, publik kembali dibuat bertanya-tanya soal promosi hakim Chaidir menjadi Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Aceh dari hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Para wartawan mempertanyakan komitmen MA untuk benar-benar membersihkan diri.

”Mengapa hakim Chaidir justru dipromosikan sebagai wakil ketua pengadilan tinggi di Aceh? Padahal, yang bersangkutan pernah menelepon Ayin (Artalyta Suryani) saat itu,” tanya seorang wartawan.

Menurut Hatta, Ayin diajukan ke pengadilan tipikor tidak terkait Chaidir, tetapi percakapan antara Ayin dan Chaidir itu ”kebetulan” terekam KPK dan terlontar di persidangan. ”Jadi bukan ada permainan antara Ayin dan Chaidir,” ujarnya.

Menurut Hatta, Chaidir terbukti melanggar kode etik dan telah diberi sanksi pencopotan jabatan sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Chaidir kemudian dimutasi ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru dan karena dianggap berkelakuan baik, kemudian dia dipromosikan sebagai hakim di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Hatta memaklumi kekhilafan Chaidir sebagai manusia. ”Tidak mungkin orang dihukum terus,” ujarnya. Hatta berharap, dengan promosi sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Aceh, Chaidir bisa menjaga integritas dan lembaganya. (Amir Sodikin)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

    KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

    Nasional
    Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

    Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

    Nasional
    Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

    Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

    Nasional
    Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

    Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

    Nasional
    Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

    Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

    Nasional
    Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

    Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

    Nasional
    MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

    MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

    Nasional
    Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

    Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

    Nasional
    MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

    MK Tolak Gugatan PPP Terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

    Nasional
    Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

    Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

    Nasional
    Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

    Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

    Nasional
    Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

    Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

    Nasional
    Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

    Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

    Nasional
    KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

    KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

    Nasional
    Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

    Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com