Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Munir dan Reformasi Militer

Kompas.com - 07/09/2012, 12:37 WIB
Oleh Al araf

Pada 7 September 2004, derap kaki Munir—sang pejuang HAM—terhenti untuk selama-lamanya di dalam pesawat milik maskapai kebanggaan kita: Garuda Indonesia.

Di tengah hiruk-pikuk Pilpres 2004 dan perdebatan RUU TNI, Cak Munir—begitu panggilan akrabnya—dibunuh secara kejam dan sistematis dengan menggunakan racun arsenik. Hingga kini pengungkapan kasus Munir masih menghadapi jalan buntu.

Sedari awal, pengungkapan kasus Munir sudah melalui jalan yang berkelok dan penuh keganjilan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terlihat setengah hati dalam mengungkap kasus Munir. Pada awalnya, Presiden SBY tegas menyatakan pengungkapan kasus Munir sebagai test of our history yang kemudian diikuti dengan pembentukan tim pencari fakta (TPF) melalui keputusan presiden. Langkah ini tentu disambut baik banyak kalangan. Namun, dalam perjalanannya, langkah pemerintahan SBY dipenuhi kegamangan dan keragu-raguan.

Presiden SBY tidak berbuat apa-apa ketika Muchdi PR diputus bebas di tingkat Mahkamah Agung. Padahal, Komite Aksi Solidaritas untuk Munir sudah mendesak Presiden untuk memerintahkan Jaksa Agung melakukan peninjauan kembali atas putusan bebas itu sebagai wujud nyata keseriusan pemerintah.

Pembunuhan terhadap Munir jelas bukan pembunuhan biasa sehingga penyelesaiannya tidak bisa dilepas begitu saja oleh Presiden. Pengungkapan kasus ini membutuhkan sebuah kemauan, kesungguhan, dan konsistensi politik Presiden yang sangat tinggi. Mungkin dugaan keterlibatan pihak-pihak dalam lembaga intelijen negara menjadi penyebab kegamangan SBY sehingga kesulitan menemukan aktor di belakang layar kasus pembunuhan Munir.

Sebagai bentuk pembunuhan politik, tentu pembunuhan Munir memiliki motif politik spesifik: dilakukan orang berkeahlian khusus, direncanakan matang, dilakukan secara bersengkokol, dan kekuatan politik ataupun ekonomi yang besar di dalam menggerakkan operasi pembunuhan tersebut. Keterlibatan oknum pejabat Garuda beserta pilot Pollycarpus dalam memfasilitasi ataupun terlibat langsung dalam pembunuhan Munir jelas tak bisa dilakukan tanpa adanya kekuasaan yang kuat yang dapat memengaruhi maskapai itu.

TPF kasus Munir sendiri menyimpulkan pembunuhan Munir tidak melibatkan satu-dua orang semata. TPF pun merekomendasikan pihak-pihak tertentu di lingkungan Garuda dan Badan Intelijen Negara yang terlibat dalam konspirasi pembunuhan Munir harus diperiksa secara intensif dan dijadikan tersangka. Sayangnya, hingga kini beberapa pelaku yang diduga terlibat dalam pembunuhan Munir masih menghirup udara kebebasan.

Dengan kata lain, dalang pembunuh Munir masih bebas berkeliaran di sekeliling kita dan masih mungkin untuk melakukan pembunuhan politik serupa. Pada titik ini, pengungkapan secara tuntas kasus Munir bukan hanya menjadi kepentingan keluarga Munir, tetapi menjadi kepentingan kita semua dalam mewujudkan rasa keadilan dan rasa aman dalam masyarakat.

Gagasan reformasi militer

Pengungkapan kasus Munir hingga tuntas tentu tak bisa ditawar-tawar. Namun, usaha itu juga harus dilakukan paralel dengan meneruskan cita-cita Munir dalam memperjuangkan penegakan hak asasi manusia (HAM) di republik ini.

Sebagai tokoh pejuang HAM yang gigih dan pantang menyerah, gagasan dan pemikiran Munir dalam penegakan HAM mensyaratkan perlunya melakukan reformasi militer guna tercipta tentara profesional yang menghormati HAM, tunduk terhadap supremasi sipil dan prinsip negara hukum, akuntabel, tak berpolitik dan berbisnis, serta ahli dalam bidangnya. Dalam konteks itu, usaha mengawal dan mengkritisi pembahasan RUU Keamanan Nasional di parlemen jadi penting dilakukan oleh masyarakat sipil. Hal ini mengingat draf yang diajukan pemerintah itu memuat pasal-pasal bermasalah yang dapat mengembalikan peran TNI seperti pada masa lalu.

Meski reformasi militer sudah meraih beberapa capaian positif, masih terdapat beberapa agenda krusial yang menjadi pekerjaan rumah pejuang HAM, khususnya terkait penuntasan agenda reformasi peradilan militer. Kritik Munir bahwa peradilan militer sering kali jadi sarana impunitas oknum TNI yang melanggar HAM masih tetap relevan hingga saat ini. Oleh karena itu, gagasan melakukan reformasi peradilan militer dengan melakukan perubahan terhadap UU No 31/1997 tentang Peradilan Militer adalah salah satu agenda penting yang sering disuarakan almarhum.

Sayangnya pembahasan perubahan UU No 31/1997 ini terus mengalami jalan buntu. Pemerintah dan parlemen periode 2004-2009 gagal mewujudkan perubahan tersebut. Tidak hanya itu, revisi legislasi ini pun bahkan tidak masuk dalam agenda prolegnas tahun 2012 maupun 2013. Padahal, agenda reformasi peradilan militer secara tersirat dan tersurat telah jadi mandat UU No 34/2004 tentang TNI.

Gagasan Munir dalam mewujudkan tentara yang profesional juga terlihat dari pemikirannya tentang pentingnya peningkatan kesejahteraan prajurit bagi anggota TNI. Hal itu dilontarkan almarhum semasa hidup dalam beberapa forum diskusi ataupun dalam perbincangan antara almarhum dan penulis.

Sahabat Munir, Ikrar Nusa Bakti, juga mengakui perjuangan meningkatkan kesejahteraan prajurit adalah bagian perjuangan Munir dalam membahas UU TNI. Meski saat ini gaji prajurit meningkat, hal itu belum cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari para prajurit tamtama dan bintara. Kabar adanya prajurit yang menyambi kerja lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akibat kesejahteraan yang minim masih kerap terdengar. Belum lagi masih adanya dugaan kasus uang lauk-pauk dan uang tunjangan prajurit yang dikorup atasannya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com