JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan untuk terdakwa Nunun Nurbaeti dinilai masih menyisakan tanda tanya terkait kasus suap cek perjalanan ketika pemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) belum mampu mengungkap, untuk kepentingan apa suap itu.
"Apa kepentingan Nunun menyuap? Untuk kepentingan siapa dia menyuap? Kenapa majelis hakim menyembunyikan itu? Kenapa tidak digali lebih dalam di pengadilan?" kata Benny K Harman, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, melalui pesan singkat, Rabu (9/5/2012).
Sebelumnya, majelis hakim di Pengadilan Tipikor menjatuhkan vonis dua tahun enam bulan dan denda sebesar Rp 150 juta untuk Nunun. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni penjara selama empat tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.
Nunun mengaku tidak tahu-menahu soal asal usul cek perjalanan ketika diperiksa di pengadilan. Istri mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Adang Daradjatun itu juga mengaku tidak ingat bagaimana sejumlah uang pencairan sebagian cek perjalanan mengalir ke rekeningnya.
Benny mengatakan, berbagai pernyataan itu harus bisa dijawab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan majelis hakim dalam perkara tersangka Miranda nantinya. Seperti diketahui, KPK masih melakukan penyidikan kasus Miranda.
Wakil Ketua Komisi III Nasir Djamil mengatakan, dengan putusan majelis hakim bahwa Nunun yang memperkenalkan Miranda dengan sejumlah anggota Dewan membuktikan bahwa Miranda memiliki kepentingan.
"KPK harus memiliki energi yang lebih besar untuk mengungkap sponsor dari suap cek perjalanan sehingga semua akan jelas siapa pemeran utama dari kasus ini, dan apa kepentingannya," kata Nasir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.