JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum kembali disebut dalam sidang kasus wisma atlet. Dalam kesaksiannya di persidangan kasus ini di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (25/1/2012), Yulianis mengatakan, ada catatan uang ke Anas sebesar Rp 100 juta.
Hal itu terjadi ketika Anas maju sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung pada Mei 2010. Selain ke Anas, ada juga aliran uang ke calon ketua umum lainnya, Andi Mallarangeng, sebesar Rp 150 juta.
Uang tersebut, kata Yulianis, diberikan oleh Mindo Rosalina Manulang, Direktur Marketing PT Anak Negeri, salah satu anak perusahaan Grup Permai yang merupakan perusahaan milik mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. ”Jadi, Bu Rosa berperan sebagai pengusaha yang mau menyumbang Pak Andi dan Pak Anas Urbaningrum,” katanya.
Bukan kali ini saja Anas disebut menerima uang dari Nazaruddin. Ketika bersaksi dalam sidang kasus ini pada 16 Januari 2011, Mindo menyebut ada jatah untuk Anas, yang dia sebut ketua besar, dalam proyek wisma atlet.
Dalam kesaksiannya, Yulianis mengatakan, uang dari perusahaan Nazaruddin mengalir ke mana-mana, salah satunya ke Kongres Partai Demokrat di Bandung, sebanyak Rp 30 miliar dan 5 juta dollar AS. Sebagian uang tersebut berasal dari fee yang didapat perusahaan-perusahaan milik Nazaruddin dalam permainan tender proyek pemerintah.
Nazaruddin dan kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, lalu mencecar Yulianis apakah uang tersebut diberikan kepada Anas yang saat itu maju menjadi salah satu calon Ketua Umum Partai Demokrat. ”Saya hanya dipesan uang tersebut untuk biaya kongres,” kata mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai itu.
Namun, menurut Yulianis, memang ada catatan uang ke Anas Rp 100 juta dan ke Andi Mallarangeng Rp 150 juta.
Biaya kongres
Menurut Yulianis, dia membawa uang Rp 30 miliar dan 5 juta dollar AS ke Bandung menggunakan mobil boks serta mobil Nissan X-trail, Honda CRV, dan Toyota Fortuner. ”Uangnya ditaruh di Hotel Aston, lantai 9, untuk biaya kongres (Partai Demokrat),” kata Yulianis.
Sesampai di Bandung, uang Rp 30 miliar dan 5 juta dollar AS yang dibawa Yulianis diminta oleh staf ahli Nazaruddin. Yulianis mengatakan, uang tersebut sebagian besar berasal dari Grup Permai, perusahaan utama yang membawahkan ratusan perusahaan milik Nazaruddin. ”Sebanyak 3 juta dollar AS merupakan hasil sumbangan,” kata Yulianis.
Di persidangan, Yulianis juga mengungkapkan, perusahaan-perusahaan di bawah Grup Permai biasa memainkan tender proyek pemerintah. Menurut Yulianis, perusahaan-perusahaan di bawah Grup Permai ini bisa menjadi perusahaan pemenang tender, tetapi belum tentu mengerjakan proyeknya karena dikerjakan perusahaan lain yang membeli atau memberikan fee.