JAKARTA, KOMPAS.com - Program reformasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah selama ini belum meningkatkan kualitas pelayanan informasi publik. Padahal, diantara tujuan dilaksanakannya reformasi birokrasi adalah meningkatnya kualitas pelayanan publik. Pernyataan itu dikemukakan Koordinator Research and Development Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), M Maulana, dalam seminar Launching Hasil Kerja Lapangan Uji Akses Permintaan Informasi, di Hotel Harris, Jakarta, Senin (1/8/2011).
Maulana mengatakan, hal tersebut didasari fakta lapangan yang ditemukan Seknas Fitra selama mengajukan permintaan informasi publik ke 118 lembaga negara di tingkat nasional.
"Pertama, pelayanan informasi di badan publik masih lambat. Dari 118 badan publik, 54 atau sebesar 45,8 persen diantaranya memberikan informasi. Dari 54 badan publik itu, 26 diantaranya memberikan informasi dalam jangka waktu 1 hingga 17 hari kerja. 15 badan publik memberikan informasi setelah diajukan keberatan, dan 13 lainnya memberikan informasi setelah dilaksanakan mediasi di Komisi Informasi Pusat," ujar Maulana.
Ia menambahkan, faktor pimpinan juga memengaruhi lambatnya keterbukaan informasi di badan publik. Pengalaman itu, kata Maulana, dialami saat ada anggota konfirmasi badan publik untuk mengambil informasi di kantornya. Karena pimpinan yang tidak berada ditempat, pemohon informasi seringkali akhirnya harus datang kembali di waktu yang ditentukan. Selain itu, surat permintaan informasi anggaran masih dianggap sebagai surat yang sangat penting, sehingga pegawai badan publik terkadang tidak berani menerima. Akhirnya penerimaan surat permintaan informasi berlangsung cukup lama karena harus menemukan pegawai yang 'siap'.
"Tingkat eselon juga mempengaruhi lambatnya pelayanan itu. Seringkali ada indikasi kesulitan Pejabat Publik Informasi Daerah yang dijabat oleh eselon III atau dibawahnya untuk mengkordinasikan permintaan informasi ke satuan kerja lainnya," paparnya.
Beberapa fakta tersebut, kata Maulana, mengindikasikan sebagian besar badan publik belum siap melaksanakan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Indikasi itu terjadi karena belum didukung dengan kapasitas dan kualitas SDM yang memadai dalam memahami implementasi UU KIP.
Menurutnya, meski baru satu tahun UU KIP diberlakukan, tetapi setiap lembaga negara sudah harus menyiapkan infrastruktur yang memadai dalam pelayanan informasi publik. "Sehingga, di saat muncul gelombang permintaan informasi yang cukup besar, maka tidak terlalu menggangu kerja pencapaian output bagi masyarakat," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut Maulana, pihaknya meminta agar fokus kegiatan reformasi birokrasi harus memberikan dampak terhadap peningkatan kualitas pelayanan informasi. Ia menghimbau, reformasi birokrasi jangan hanya difokuskan pada remunerasi pegawai yang mengakibatkan pembengkakan anggaran tiap tahunnya.
"Setiap pimpinan lembaga negara juga harus segera menunjuk PPID dan menyusun standar pelayanan informasi publik, untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi setiap permintaan informasi dari masyarakat," tukasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.