Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyhuri Hasan Hanya Pelaku Lapangan

Kompas.com - 03/07/2011, 18:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi tidak cukup hanya menangkap juru panggil Mahkamah Konstitusi Masyhuri Hasan dalam kasus dugaan surat palsu Mahkamah Konstitusi. Ia hanya pelaku di lapangan. Diyakini, di belakang Hasan ada auktor intelektualis yang belum tersentuh.

"Menurut saya, tidak cukup kalau polisi cuma menangkap Masyhuri Hasan. Dia (Hasan) hanya pelaku lapangan, yang disuruh. Saya dengar dari orang MK, Hasan ini sebenarnya orang yang sangat baik. Tapi kita perlu tahu, kenapa dia melakukan itu. Ada auktor intelektualis dibalik mafia pemilu ini," anggota Panja Mafia Pemilu ujar Abdul Malik Haramain di Jakarta, Minggu (3/7/2011).

Malik mengakui, pemalsuan surat MK terjadi di dalam MK sendiri. Namun, ia menduga, mafia pemilu ini juga melibatkan aktor di dalam Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan orang yang berkepentingan dengan kursi untuk menjadi calon legislatif yaitu Dewi Yasin Limpo.

"Menurut saya, mafianya ada di MK, KPU dan orang yang berkepentingan di kursi itu. Pemalsuan terjadi di MK. Orang yang berkepentingan langsung mengurus surat palsu itu. Selanjutnya, surat digelapkan ke dalam KPU. Orang KPU banyak terlibat. Dalam hal ini (mantan anggota KPU) Andi Nurpati juga (terlibat). Prediksi saya, dia (Andi Nurpati) yang berurusan langsung dengan surat dan orang yang berkepentingan dengan kursi caleg ini," ujar Malik.

Rencananya, Panja Mafia Pemilu akan menghadirkan Hasan untuk dimintai keterangan. Polisi telah menetapkan Hasan sebagai tersangka. Ia kini mendekam dalam tahanan di Bareskrim Mabes Polri sejak Jumat (1/7/2011).

"Kita akan panggil Hasan, dia saksi kunci. Kita akan mengupayakan prosedur pemanggilan karena dia kan sudah jadi tahanan polisi.  Kita juga sebenarnya membutuhkan data rekaman komunikasi mereka. Jadi, bisa diketahui komunikasi antar mereka (yang diduga terlibat)," terang Malik.

Seperti diberitakan, menurut hasil tim investigasi MK, Hasan diketahui mengopi berkas surat jawaban panitera MK yang dibuat pada 14 Agustus 2009. Berkas surat yang isinya tak sesuai dengan amar putusan MK itu lalu dicetak dan diberi tanggal serta nomor surat dengan tulisan tangan.

Ia pun mengambil hasil pemindaian (scan) tanda tangan panitera MK Zainal Arifin Hoesein yang terdapat di dalam komputer MK kemudian membubuhkannya ke surat itu. Hasan, seperti diungkapkan dalam laporan tim investigasi, kemudian menuju kediaman Arsyad Sanusi (saat itu masih menjadi hakim MK).

Kepada tim, ia mengaku mendapat telepon dari anak Arsyad, Neshawaty, yang meminta datang ke Apartemen Pejabat Negara di Kemayoran. Ia kemudian menyerahkan kopi berkas surat jawaban panitera MK itu kepada Arsyad yang saat itu diketahui juga tengah bersama Dewi Yasin Limpo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 27 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 27 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 26 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

    Sudirman Said Siap Bersaing dengan Anies Rebutkan Kursi Jakarta 1

    Nasional
    Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

    Sudirman Said: Jakarta Masuk Masa Transisi, Tak Elok Pilih Gubernur yang Bersebrangan dengan Pemerintah Pusat

    Nasional
    Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

    Siap Maju Pilkada, Sudirman Said: Pemimpin Jakarta Sebaiknya Bukan yang Cari Tangga untuk Karier Politik

    Nasional
    Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

    Kenaikan UKT Dinilai Bisa Buat Visi Indonesia Emas 2045 Gagal Terwujud

    Nasional
    Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

    Komnas HAM Minta Polda Jabar Lindungi Hak Keluarga Vina Cirebon

    Nasional
    Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

    Komunikasi Intens dengan Nasdem, Sudirman Said Nyatakan Siap Jadi Cagub DKI

    Nasional
    Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

    Megawati Minta Api Abadi Mrapen Ditaruh di Sekolah Partai, Sekjen PDI-P Ungkap Alasannya

    Nasional
    Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

    Pembayaran Dana Kompensasi 2023 Tuntas, Pertamina Apresiasi Dukungan Pemerintah

    Nasional
    Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

    Hari Ke-12 Penerbangan Haji Indonesia, 72.481 Jemaah Tiba di Arab Saudi, 8 Wafat

    Nasional
    Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

    Sahroni Ungkap Anak SYL Indira Chunda Tak Pernah Aktif di DPR

    Nasional
    Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

    Kemenag Imbau Jemaah Haji Indonesia Pakai Jasa Pendorong Kursi Roda Resmi di Masjidil Haram

    Nasional
    Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

    Mahasiswa Kritik Kenaikan UKT: Persempit Kesempatan Rakyat Bersekolah hingga Perguruan Tinggi

    Nasional
    Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

    Tak Ada Jalan Pintas, Hasto: Politik Harus Belajar dari Olahraga

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com