Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Todung: Gunakan UU Pers, Bukan KUHP

Kompas.com - 27/10/2010, 13:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Majelis hakim di Mahkamah Agung dinilai telah khilaf dan keliru dalam menjatuhkan putusan kasasi terkait kasus Erwin Ardana, pemimpin majalah Playboy Indonesia. Majelis hakim seharusnya menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk mengadili Erwin, bukan dengan KUHP.

Demikian dikatakan Todung Mulya Lubis, penasihat hukum Erwin, saat membacakan memori peninjuan kembali (PK) terhadap putusan Mahkamah Agung (MA) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (27/10/2010). Todung mengajukan PK atas putusan dua tahun penjara terhadap kliennya.

Dalam memori PK setebal 30 halaman, Todung menolak pertimbangan hukum MA atau judex juris yang menyebut bahwa UU Pers tidak mengatur penyebaran tulisan, gambar, benda yang melanggar kesusilaan. Padahal, kata dia, dalam Pasal 5 ayat (1) UU Pers, pers diwajibkan menghormati norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat.

"Sanksi hukuman terhadap pelanggar telah ditetapkan dalam UU Pers, yaitu Pasal 18 ayat 2 dengan denda paling banyak Rp 500 juta," ungkapnya.

Todung menambahkan, MA keliru dan khilaf dengan hanya mempertimbangan saksi-saksi ahli dari jaksa penuntut umum atau JPU dan tidak mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan. Selain itu, berdasarkan surat edaran MA Nomor 13 Tahun 2009 tentang meminta keterangan saksi ahli, judex juris seharusnya mempertimbangkan keterangan saksi ahli dari Dewan Pers.

Pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tahun 2007, pihak Erwin telah menghadirkan saksi ahli dari Dewan Pers, yakni Sabam Leo Batubara (anggota) dan Atmakusumah Astraatmadja (mantan ketua). Namun, kata Todung, MA mempertimbangkan saksi di luar Dewan Pers, yakni dari MUI dan ahli bahasa.

Seperti diberitakan, awalnya, PN Jaksel menolak dakwaan JPU pada 5 April 2007 lantaran JPU mendakwa dengan KUHP, bukan UU Pers. Atas putusan itu, JPU mengajukan banding. PT DKI Jakarta lalu menguatkan putusan PN Jaksel pada 22 Oktober 2008. JPU lalu mengajukan kasasi ke MA.

Akhirnya, MA mengabulkan permohonan JPU dan menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada Erwin. Salinan putusan itu baru diterima pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sekitar dua bulan lalu. Setelah diterima, Erwin dieksekusi dan kini mendekam di Lapas Cipinang, Jakarta Timur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Juni 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Polisi Temukan Bahan Peledak Saat Tangkap Terduga Teroris di Karawang

Nasional
Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

Nasional
BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

Nasional
Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

Nasional
PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

Nasional
Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

Nasional
Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

Nasional
Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

Nasional
Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

Nasional
Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

Nasional
Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

Nasional
Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

Nasional
Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

Nasional
Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com