Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Tolak PK Bibit-Chandra

Kompas.com - 08/10/2010, 15:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Agung atau MA memutuskan menolak pengajuan peninjauan kembali putusan praperadilan atas surat keputusan penghentian penuntutan atau SKPP dari kejaksaan terhadap Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.

Pimpinan KPK itu sebelumnya disangka melakukan penyalahgunaan wewenang dan upaya pemerasan terkait kasus korupsi sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan. "Amarnya NO atau tidak dapat diterima syarat formilnya," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Nurhadi kepada para wartawan di MA, Jakarta, Jumat (8/10/2010).

Dengan demikian, kejaksaan segera melimpahkan berkas Chandra dan Bibit ke pengadilan. Pasalnya, secara hukum, upaya hukum terakhir pada kasus praperadilan adalah di tingkat banding. Tidak ada upaya peninjauan kembali lagi. Putusan penolakan berkas perkara 152/PK/Pid/2010 ini diputuskan oleh Ketua Majelis Hakim Imrom Amwari dengan anggota Prof Dr Komariyah P Saparjaya dan Mugiharjo.

Sebelumnya, mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji mengumumkan, kejaksaan mengambil langkah hukum PK terkait kasus Bibit dan Chandra. Kejaksaan menolak mengesampingkan kasus Bibit-Chandra (deponir) seperti diharapkan masyarakat. Alasannya, Kejagung harus konsisten dengan opsi menerbitkan SKPP.

"Bila sikap kejaksaan berubah, menghentikan perkara dengan deponeering, berarti tak memiliki sikap atau ambivalen. SKPP dan deponeering adalah dua opsi berbeda. Sekarang tak deponeering," katanya.

Alasan lain, kata Hendarman, Anggodo tengah diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena disangka menghalangi penyelidikan korupsi dan berupaya menyuap pimpinan KPK. Kalau perkara Bibit-Chandra dideponir, sedangkan kasus Anggodo yang berkaitan dengan Bibit-Chandra tak deponir, akan bertentangan dengan asas persamaan di muka hukum.

Menurut Hendarman, untuk mendeponir perkara, kejaksaan harus memperhatikan saran dan pendapat dari badan kekuasaan negara yang memiliki hubungan dengan masalah itu. Padahal, Komisi III DPR meminta kejaksaan menangani perkara Bibit- Chandra secara profesional dan sesuai hukum.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menyatakan, penerbitan SKPP itu tidak sah. PT DKI Jakarta juga memerintahkan Bibit dan Chandra segera diadili. Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai alasan aspek sosiologis masyarakat, yang dijadikan alasan penerbitan SKPP, tak pernah menjadi alasan untuk penerbitan SKPP.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

    Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

    Nasional
    Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

    Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

    Nasional
    Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

    Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

    Nasional
    Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

    Fahira Idris Kecam Serangan di Rafah, Sebut Israel dan Sekutu Aib Peradaban Umat Manusia

    Nasional
    PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

    PELNI Buka Lowongan Kerja Nahkoda dan KKM Periode Mei 2024

    Nasional
    Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

    Ungkit Kasus Firli dan Lili, ICW Ingatkan Jokowi Tak Salah Pilih Pansel Capim KPK

    Nasional
    Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

    Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

    Nasional
    SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

    SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

    Nasional
    DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

    DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

    Nasional
    Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

    Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

    Nasional
    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

    Nasional
    KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

    KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

    Nasional
    Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

    Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

    Nasional
    Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

    Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

    Nasional
    Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

    Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com