SURABAYA, KOMPAS.com - Korupsi di Indonesia sudah sedemikian parah dan merajalela. Karena itu, Indonesia perlu belajar dari negara Latvia dan China yang berani melakukan rombakan besar untuk menumpas koruptor di negara mereka.
Demikian penuturan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD di sela acara Sosialisasi Mahkamah Konstitusi dan Pengembangan Budaya Sadar Konstitusi bagi Anggota Korpri di ruang Graha Wicaksana Praja, Kantor Gubernur Jatim, Surabaya, Senin (5/4).
Menurut Mahfud, sebelum tahun 1998, Latvia adalah negara yang sangat korup. Untuk memberantas korupsi yang begitu parah, akhirnya negara tersebut menerapkan undang-undang lustrasi nasional, atau undang-undang pemotongan generasi.
"Melalui undang-undang ini, seluruh pejabat eselon II diberhentikan dan semua tokoh pejabat dan tokoh politik yang aktif sebelum tahun 1998 juga dilarang aktif kembali. Sekarang, negara ini menjadi negara yang benar-benar bersih dari korupsi," paparnya.
Sementara itu, di China dilakukan pemutihan seluruh koruptor yang telah melakukan korupsi sebelum tahun 1998. Semua pejabat yang korupsi dianggap bersih, tapi begitu ada korupsi sehari sesudah pemutihan, maka pejabat yang korupsi langsung dijatuhi hukuman mati.
"Hingga Oktober 2007, sebanyak 4.800 pejabat di China telah dijatuhi hukuman mati. Tapi, sekarang China juga menjadi negara bersih. Indonesia seharusnya berkaca dari dua negara ini," tambahnya.
Menurut Mahfud, saat menjabat sebagai Menteri Kehakiman pada era kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, ia pernah mengusulkan rancangan undang-undang lustrasi dan undang-undang pemutihan. Namun, usulan tersebut akhirnya kandas setelah Gus Dur lengser.
"Hari Jumat kami membuat rancangan undang-undang, hari Sabtu dan Minggu libur, dan hari Senin tanggal 23 Juli 1999 Gus Dur diberhentikan dan digantikan Megawati. Setelah itu, presiden baru Megawati melarang menteri-menteri membuat kebijakan baru," kata Mahfud.
Mahfud menjabat sebagai Menteri Kehakiman hanya selama tiga minggu dan kemudian digantikan Yusril Ihza Mahendra. Setelah itu, gagasan tentang rancangan undang-undang lustrasi dan undang-undang pemutihan tak diteruskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.