JAKARTA, SABTU — Iklan politik sejumlah politisi dan partai politik yang akan bertarung pada Pemilu 2009 mulai meramaikan media massa. Paling mencolok muncul di berbagai stasiun TV, bahkan iklan Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir mendapat protes dari bintang iklannya sendiri, Suster Rabiah alias "suster apung". Bagaimana idealnya iklan politik?
Pengamat televisi Arswendo Atmowiloto mengatakan, seharusnya iklan politik mencontoh iklan rokok. Iklan rokok selalu menyisipkan peringatan dalam setiap iklannya. Misalnya, "Merokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan, impotensi....". Nah, menurut Arswendo, iklan politik pun sejatinya memberikan peringatan kepada para konsumennya.
"Iklan politiknya itu seharusnya ngasih peringatan. Misalnya, hati-hati iklan ini akan menyebabkan kanker alias kantong kering, hati-hati iklan ini ada trik menipunya, atau iklan ini berisiko menyebabkan negara ambruk kalau Anda salah pilih. Atau peringatan seperti apalah. Tapi itu perlu, minimal memberikan penjelasan pada masyarakat. Kalau yang ada sekarang, menurut saya bukan iklan tapi kampanye. Karena munculnya berkali-kali," ujar Arswendo dalam diskusi "Iklan Politik antara Dana dan Etika" di Jakarta, Sabtu (23/8).
Menurut Arswendo, saat ini media televisi menjadi media yang paling efektif untuk beriklan. Negatifnya, biaya iklan menjadi semakin besar sehingga hanya menguntungkan bagi mereka yang berduit. Sedangkan dari sisi substansi, iklan-iklan politik yang ada saat ini hanya sekadar pengenalan figur dan partai.
Ketua Indo Barometer M Qodari mengatakan, sistem pemilihan langsung membuat partai dan politisi harus melakukan sosialisasi agar masyarakat memilih mereka, apalagi dengan jaringan partai yang terbatas. Media televisi yang daya jangkaunya paling luas menjadi pilihan utama. "Wajar kalau politisi atau parpol iklan di TV. Daya jangkau TV itu kan mencapai 90 persen di Indonesia. Ini efektif supaya mereka cepat dikenal. Jaringan parpol kan juga terbatas, kalau datang sendiri mereka bisa gempor di wilayah Indonesia yang luas ini," ujar Qodari.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Badan Pengawas Periklanan P3I Ridwan Handoyo mengakui ada perubahan iklan politik di Indonesia. Saat ini, iklan politik lebih untuk membangun brand awareness, individual awareness, dan party awareness. "Bahkan, iklan sekarang sudah berani menyerang saingannya. Kalau dulu sebatas ajakan, coblos A, B, atau C. Seharusnya, memang ada panduan bagaimana iklan politik yang baik dan sesuai etika," kata Ridwan.
Secara etika, unsur-unsur yang harus dipenuhi adalah jujur, benar, berani bertanggung jawab, bersaing secara sehat dan melindungi serta menghargai khalayak, sesuai dengan etika, tidak melanggar hukum dan nilai-nilai agama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.