Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Setara Tolak Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme

Kompas.com - 05/06/2017, 13:38 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan, pelibatan TNI dalam penindakan aksi terorisme harus ditolak. 

Alasannya, pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme bisa merusak sistem peradilan pidana. 

"Terorisme adalah crime yang harus diatasi dengan pendekatan hukum yang selama ini terbukti mampu mengurai jejaring terorisme dan mencegah puluhan rencana aksi terorisme," ujar dia, melalui siaran pers, Senin (5/6/2017). 

"Keterlibatan TNI akan memperlemah akseptabilitas dan akuntabilitas kinerja pemberantasan terorisme," lanjut dia. 

Pasalnya, TNI tak tunduk pada peradilan pidana di Indonesia, tetapi peradilan militer. 

Oleh sebab itu, segala tindakan TNI pada aksi pemberantasan terorisme dinilai tak akuntabel secara hukum.

Baca: TNI Harus Tunduk pada Peradilan Umum jika Tangani Terorisme

"TNI tidak tunduk dan bukan aktor dalam sistem peradilan pidana terpadu. Tidak ada hak uji (habeas corpus) atas tindakan paksa yang dilakukan oleh TNI," ujar Hendardi. 

"Jika ini terjadi, akan membahayakan demokrasi, HAM, dan profesionalitas TNI itu sendiri," lanjut dia. 

Hendardi juga meminta Presiden Joko Widodo memastikan keinginannya melibatkan TNI dalam pemberantasan terorisme secara permanen melalui RUU Anti-terorisme tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan lain.

Jokowi, lanjut Hendardi, harus jernih menangkap aspirasi banyak pihak yang menghendaki pelibatan TNI sebagai bagian dari ekspresi politik TNI dalam kancah politik nasional. 

"Apalagi, kapanpun, sebagai Panglima Tertinggi, Jokowi bisa menggunakan TNI untuk terlibat, khususnya pada aksi-aksi terorisme di wilayah-wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh Polri," ujar Hendardi. 

Kompas TV Pro Kontra Pelibatan TNI Berantasan Terorisme (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com