Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didesak Jelaskan Bukti HTI Anti-Pancasila

Kompas.com - 09/05/2017, 19:40 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani meminta pemerintah membuktikan kepada publik bahwa organisasi kemasyarakatan (Ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) merongrong NKRI.

"Membuktikan ini harus diuji dengan beberapa standar. Kalau HTI ingin mendirikan khilafah katakan itu praduga negara. Apa itu mengganggu keselamatan NKRI? Ketertiban umum? Hak-hak orang lain? Pemerintah harus buktikan itu," kata Yani di kantor Kontras, Jakarta Pusat, Selasa (9/5/2017).

Yani mengaku belum melihat prinsip pemerintah yang dijadikan dasar upaya pembubaran HTI. Karenanya, dasar dan alasan-alasan itu harus dibuka selebar-lebarnya.

(Baca: Koordinator Kontras Sebut Upaya Pembubaran HTI Tebang Pilih)

"Dibuka secara jelas, disampaikan ukurannya apa HTI ini mengganggu. Kalau hanya dibilang HTI melawan Pancasila, NKRI itu sangat umum, harus dibuktikan dulu," kata dia.

"Karena apa, kalau (khilafah) pemikiran itu adalah hak yang paling fundamental dan tidak bisa dipidanakan. Tetapi apabila ada tindakan aktivitas HTI yang mengganggu ya memang itu harus dihentikan," lanjut dia.

Menurut Yani, pemerintah harus obyektif, dengan melibatkan Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) misalnya. Itu agar tidak hanya menjadi perdebatan di ruang tertutup.

"Makanya kami mengimbau pemerintah berhati-berhati. Semua tahapan UU ormas khususnya dan semua prinsip-prinsip yang ada dalam tatanan sipil politik, berkebebasan, berekspresi berkumpul secara damai dapat dijadikan pertimbangan dan dapat diuji secara transparan dan akuntabel," terang Yani.

Yani berujar, jika hal tersebut tak dilakukan pemerintah. Maka ia khawatir, subyektifitas penguasa akan semakin beringas memberangus kebebasan publik.

"Jika itu tidak dilakukan itu menjadi kerentenan subjektivitas penguasa yang dengan mudah membubarkan memberantas kebebasan masyarakat," ujar dia.

Meski demikian, Kontras kata Yani juga tak lupa mengapresiasi langkah pemerintah dalam upaya pembubaran HTI lewat pengadilan.

"Itu adalah proses yang betul, yang kami tekankan adalah pemerintah harus bisa membuktikan apa yang disebutnya bertentangan dengan Pancasila," tegas Yani.

Pemerintah memutuskan membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Sebab, kegiatan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diatur dalam UU Ormas.

Diketahui, keputusan pembubaran HTI tersebut telah melalui satu proses pengkajian yang panjang.

(Baca: Menteri Agama: Pembubaran HTI karena Dinilai sebagai Gerakan Politik)

Pemerintah pun memaparkan tiga alasan membubarkan HTI. Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.

Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, asas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.

Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.

Kompas TV Rencana Pemerintah Bubarkan HTI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Lapor Hasil Rakornas PAN ke Presiden, Zulhas: Pak Jokowi Owner

Nasional
Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Budiman Sudjatmiko Pastikan Tak Ada “Deadlock” Pertemuan Prabowo dan Megawati

Nasional
Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Kode PAN soal Jatah Menteri ke Prabowo, Pengamat: Sangat Mungkin Dapat Lebih

Nasional
Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Pengamat Usul Anggota BPK Diseleksi Panitia Independen Agar Tak Dimanfaatkan Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com