JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 adalah DPR yang memiliki kinerja paling buruk pasca Era Reformasi.
DPR periode ini dinilai tidak memiliki keseriusan dalam pemberantasan korupsi.
"Formappi menilai DPR kali ini adalah DPR yang berkinerja paling buruk di semua Era Reformasi," ujar peneliti Formappi Lucius Karus dalam diskusi Jaringan Masyarakat Antikorupsi di Jakarta, Minggu (7/5/2017).
(Baca: Zulkifli: Jangan Ganggu KPK dengan Hak Angket DPR)
Pertama, menurut Lucius, DPR periode 2014-2019 memiliki kelemahan dalam bidang legislasi. Dari 50 rancangan undang-undang yang dijadwalkan untuk tahun 2017, baru 2 undang-undang yang disahkan DPR.
Kedua, menurut Lucius, DPR tidak memiliki keseriusan dalam upaya pemberantasan korupsi. Salah satunya terlihat dari upaya DPR untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui hak angket.
Melalui hak angket, anggota DPR meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam S Haryani, anggota DPR yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
(Baca: "Lama-lama DPR Juga Bisa Mengangket MK dan MA")
Menurut Lucius, angket tersebut digulirkan karena sejumlah anggota DPR diduga terlibat dalam kasus mega korupsi dalam pengadaan e-KTP.
Lucius menilai, hak angket digunakan DPR sebagai senjata untuk menutupi kinerja yang buruk.
"Kalau kami lihat, spirit pemberantasan korupsi sudah mati di DPR. Sebagai lembaga atau secara sistemik dengan kebijakannya, mereka ingin memelihara sistem yang korup," kata Lucius.