Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Tegaskan Tetap Cegah Setya Novanto ke Luar Negeri

Kompas.com - 13/04/2017, 19:03 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan tetap melakukan pencegahan ke luar negeri terhadap Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Setya Novanto dicegah selama enam bulan melalui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

"KPK tetap melakukan proses pencegahan. Terhadap saksi-saksi yang sudah kami cegah untuk tersangka AA (Andi Agustinus), kami melakukan pencegahan tiga orang, dua orang dari swasta," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Kamis (13/4/2017).

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai pencegahan Setya Novanto melanggar putusan Mahkamah Konstitusi nomor 64/PUU-IX/2011.

Putusan tersebut membatalkan Pasal 97 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang memperbolehkan penegak hukum meminta pencegahan kepada Ditjen Imigrasi untuk mencegah seseorang ke luar negeri meski masih dalam proses penyelidikan.

(Baca: Menurut Fahri, Pencegahan Novanto ke Luar Negeri Langgar Putusan MK)

Namun, menurut Febri, ketentuan pencegahan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pasal 12 ayat 1 huruf b menyatakan, dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, KPK dapat memerintahkan instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri.

Menurut Febri, hak imunitas yang diberikan kepada anggota DPR tidaklah terkait dengan pengungkapan kasus tindak pidana korupsi.

Hak imunitas anggota DPR diatur dalam Pasal 224 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

(Baca juga: Yusril Ungkap Celah Hukum dalam Pencegahan Setya Novanto)

"Saya kira hak imunitas bukan terkait peristiwa pengusutan tindak pidana korupsi. Hak imunitas tidak bisa dipahami orang tidak bisa diperiksa, dikenakan hukuman. Hak imunitas tidak bisa dipahami kebal dari hukum," ujar Febri.

Febri menuturkan, KPK menghindari perlakuan khusus terhadap pejabat negara. Terlebih, UU 30/2002 bersifat khusus atau lex spesialist.

"Kami sedang konsen dengan pemberantasan korupsi, jadi perlakuan khusus karena orang menjabat lebih tinggi dari lainnya saya kira kurang tepat," ucap Febri.

Kompas TV DPR Minta Pencekalan Setnov Dicabut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com