JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Muhammad Jafar Hafsah awalnya meyakini bahwa uang Rp 1 miliar yang pernah diberikan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin merupakan biaya operasional sebagai ketua fraksi.
Namun, ia baru tahu bahwa uang itu bermasalah saat diperiksa KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
"Saya kaget baca di media mengatakan bahwa Nazar berikan dana. Dia tidak katakan dari (proyek) e-KTP," ujar Jafar saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (3/4/2017).
Jafar tak pernah curiga bahwa uang tersebut dari uang yang tak wajar. Ia juga tak pernah menanyakan asal-usul uang tersebut kepada Nazar karena dianggap lumrah terima uang dari bendahara.
(Baca: Jafar Hafsah Anggap Rp 1 Miliar dari Nazaruddin untuk Operasional)
Sebab, Jafar bukan anggota Komisi II yang menjalankan proyek itu, tak pernah mengikuti pembahasan, dan tak pernah menerima informasi apapun soal e-KTP.
Karena tak ingin bermasalah di kemudian hari, Jafar mengembalikan uang tersebut ke KPK.
"Kalau dianggap uang e-KTP, saya kasih kembali. Saya kembalikan saja. Hukum pun akan pertimbangkan semuanya," kata Jafar.
(Baca juga: Sidang E-KTP, Khatibul Umam Bantah Keterangan di BAP soal Terima Uang)
Jafar terpaksa harus berhutang ke keluarga dan meminjam ke bank untuk menggenapkan Rp 1 miliar dan dikembalikan ke KPK.
Berdasarkan surat dakwaan, setelah adanya kesepakatan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun, ada pembagian uang dari pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong kepada anggota DPR RI melalui mantan anggota Komisi II DPR RI Mustokoweni.
Salah satunya pemberian uang kepada ketua fraksi Partai Demokrat sebelum Jafar, Anas Urbaningrum, sebesar 500.000 dollar AS.
Sebagian uang itu diberikan kepada Jafar sebesar 100.000 dollar AS. Uang itu kemudian Jafar belikan satu unit mobil Toyota Land Cruiser Nomor Polisi B 1 MJH.