JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengakui, ada pembenahan sistem yang dilakukan di Kementerian Dalam Negeri setelah adanya kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Hal itu berkaitan dengan pengelolaan e-KTP, terutama pada sistem administrasi kependudukan.
"Saya kira pembenahan ada," ujar Tjahjo, melalui sambungan telepon dalam acara diskusi, di Kantor Tempo, Palmerah, Jakarta Barat, Kamis (9/3/2017).
"Contoh, pemerintah lalu kerja sama Indosat. Tender zaman saya yang menang adalah Telkom," lanjut dia.
(Baca: Kasus Korupsi E-KTP, Mendagri Minta Jajarannya Kooperatif kepada KPK)
Setelah munculnya kasus proyek e-KTP, kata Tjahjo, Kementerian Dalam Negeri menjadi berhati-hati.
Apalagi, nilai kerja sama yang dilakukan Kemendagri bersama Telkom lebih besar.
Ia memahami jika secara psikologis jajaran di Kemendagri ada yang terganggu dan tak bisa konsentrasi penuh dalam bekerja karena dampak kasus e-KTP.
Oleh karena itu, Tjahjo mengganti beberapa pejabat eselon 2.
"Dirjennya sudah saya ganti, beberapa pejabat eselon 2 sudah saya ganti. Tapi yang memahami betul juga kan masih ada," kata Politisi PDI Perjuangan itu.
Ia juga berpesan kepada jajaran di Kemendagri agar kooperatif jika dimintai keterangan oleh KPK.
(Baca: Siapa Penerima "Fee" Terbesar dari Kasus Korupsi E-KTP?)
"Sampaikan apa adanya supaya bisa cepat selesai. Sehingga teman-teman pusat dan daerah bisa bekerja dengan tenang dan konsen, yang penting server-nya aman," kata Tjahjo.
Dalam dakwaan kasus dugaan korupsi e-KTP, puluhan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014 disebut menerima fee dari uang yang dianggarkan dalam proyek e-KTP.
Dalam kasus ini, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman, duduk di kursi terdakwa.