Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Sudah Terima 12 Permohonan Sengketa Pilkada Serentak

Kompas.com - 27/02/2017, 12:05 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mengemukakan, pihaknya sudah menerima 12 permohonan sengketa perselisihan hasil perolehan suara Pilkada Serentak 2017. 

Seluruhnya merupakan pilkada di tingkat kabupaten/kota.

Ke-12 daerah itu adalah Kabupaten Takalar, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Dogiyai, Kota Kendari.

Lalu, Kota Salatiga, Kabupaten Bombana, Kabupaten Pulau Morotai, Kabupaten Jepara, Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Sarmi

Menurut Arief, mekanisme penanganan perkara pilkada mengikuti ketentuan yang telah ditentukan Komisi Pemilihan Umum.

“Mahkamah Konstitusi telah siap dari aspek sarana, prasarana, dan dukungan keamanan yang berkoordinasi dengan kepolisian RI dan Kodam Jaya,” kata Arief di Gedung MK, Senin (27/2/2017).

(Baca: Hingga Sabtu, 11 Paslon Ajukan Permohonan Sengketa Pilkada ke MK)

Ia menuturkan, saat ini MK tengah dalam masa menerima permohonan. Adapun batas waktu penerimaan permohonan sesuai dengan ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, yaitu tiga hari sejak pengumuman penetapan perolehan suara oleh KPU setempat.

“Setelah melakukan serangkaian proses administrasi permohonan, MK akan meregistrasi seluruh permohonan yang telah diterima pada tanggal 13 Maret 2017,” ujarnya.

Untuk diketahui ada 101 daerah yang melaksanakan pilkada serentak tahap kedua. Jumlah itu terdiri atas tujuh pemilihan gubernur, 76 pemilihan bupati dan 18 pemilihan wali kota.

(Baca: Jumlah Hakim MK Genap, KPU Yakin Sidang Sengketa Pilkada Tak Terganggu)

Loket penerimaan permohonan perkara perselisihan hasil pemungutan suara untuk pemilihan bupati/walikota dibuka sejak 22 hingga 28 Februari.

Sedangkan, permohonan perkara perselisihan hasil pilkada untuk gubernur dibuka mulai 27 hingga 1 maret.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil ketua dan anggota hakim Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa sebagai saksi, terkait kasus yang menjerat Patrialis Akbar. Pemeriksaan para hakim konstitusi dilakukan untuk mengetahui peran dan posisi hakim konstitusi dalam memutus perkara yudicial review. Untuk pemeriksaan Kamis (16/2) pagi, KPK memanggil Ketua MK Arief Hidayat. Selain Ketua MK, dua hakim lain yang ikut memutus perkara judicial review undang-undang nomor 41 tahun 2014, tentang peternakan dan kesehatan hewan. Judicial review ini jadi alasan suap yang menjerat mantan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com