Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Hanya soal Bisnis Tambang, Freeport Dinilai Punya Segudang "Dosa"

Kompas.com - 26/02/2017, 19:58 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maimunah menegaskan, permasalahan PT Freeport Indonesia bukan hanya soal status Kontrak Karya (KK) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), melainkan juga soal kerusakan lingkungan hingga pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Siti pun meminta wacana yang muncul di media massa saat ini, bukan hanya soal ancaman Freeport akan membawa pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional, namun juga soal bagaimana perusahaan asal Amerika Serikat itu bisa memperbaiki dan memulihkan lingkungan di sekitarnya serta tidak melanggar HAM masyarakat setempat.

"Sebatas bicara arbitrase soal Freeport, menurut saya tidak akan menguntungkan Indonesia. Semua komponen harus memperluas arena pembicaraan Freeport juga bicara kerusakan lingkungan, pelanggaran HAM. Karena itu lebih besar dari pendapatan triliunan yang diklaim didapatkan oleh Freeport," ujar Siti dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (26/2/2017).

Catatan Jatam, terdapat lima sungai di Papua yang dialiri limbah hasil produksi Freeport. Kondisi sungai-sungai tersebut saat ini sudah rusak sehingga masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai itu kesulitan mendapatkan air bersih.

(Baca: Disnakertrans: 1.087 Karyawan Freeport dan Perusahaan Terkait Telah Dirumahkan)

Belum lagi polusi yang dihasilkan akibat pembakaran batu bara per harinya. Bahkan, Siti menyebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah melakukan audit terhadap aktivitas pertambangan Freeport. Namun hingga saat ini, publik sulit mengakses hasil audit itu.

"Kementerian Lingkungan Hidup perlu didesak, auditnya mana? Tahun 2015 itu Kementerian Lingkungan hidup menyatakan, sudah 25 tahun loh enggak ada audit Freeport. Loh? Sudah 25 tahun, luar biasa banget perusahaan ini," ujar Siti.

Sementara, soal ancaman Freeport membawa pemerintah Indonesia ke arbitrase internasional bukan hanya satu kali ini saja menjadi wacana. 

Selain arbitrase, lanjut Siti, ancaman-ancaman yang muncul setelah pemerintah Indonesia mendesak PT Freeport melaksanakan aturan dan perundangan, antara lain mengancam memutus hubungan kerja ribuan tenaga Indonesia.

(Baca: Jokowi: Kalau Freeport Sulit Diajak Berunding, Saya Akan Bersikap)

Ujung-ujungnya pemerintah Indonesia diduga akan mengeluarkan aturan relaksasi yang lagi-lagi menguntungkan Freeport.

"Pendekatannya kemudian adalah mentolerir. Keluar peraturan baru, diulur-ulur lagi. Jika ini yang terjadi nanti, ini menunjukkan bahwa pemerintahan Jokowi punya pendekatan yang tidak terlalu berbeda dengan saat SBY, Megawati, bahkan Soeharto," ujar Siti.

Diberitakan sebelumnya, pada 10 Februari 2017 lalu, pemerintah Indonesia mengumumkan perubahan status operasi Freeport dari status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Perbedaannya, dalam status KK, posisi negara dengan perusahaan adalah setara. Sementara, dalam status IUPK, posisi negara yang diwakili pemerintah selaku pemberi izin lebih tinggi dari perusahaan.

Dalam status IUPK, skema perpajakan perusahaan kepada negara juga bersifat prevailing atau menyesuaikan aturan yang berlaku. Perusahaan pun dikenai kewajiban melepaskan saham sedikitnya 51 persen kepada pemerintah Indonesia atau swasta nasional.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, ditetapkan bahwa hanya perusahaan pemegang IUPK yang bisa mengekspor konsentrat.

(Baca: Jonan: Freeport Ini, Bayar Rp 8 Triliun Saja Rewel Banget)

Belakangan, PT Freeport Indonesia menyatakan tidak dapat menerima syarat-syarat yang diajukan pemerintah dan tetap akan berpegang teguh pada status KK. Freeport mengajukan keberatan kepada pemerintah pada Jumat (17/2/2017).

jika tidak ada jalan keluar dari pemerintah Indonesia, pihak Freeport akan menyelesaikan sengketa di Mahkamah Arbitrase Internasional. Freeport memiliki waktu 120 hari sejak pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia tentang sengketa tersebut.

Kompas TV Pasca penolakan untuk berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan khusus (IUPK), Freeport mengancam akan menggugat Indonesia ke arbitrase internasional. Meski begitu, ahli hukum meyakini bahwa Indonesia tidak perlu gentar karena pernah memenangi sidang arbitrase yang sama saat digugat Newmont.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Sejarah Hari Buku Nasional

Sejarah Hari Buku Nasional

Nasional
Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 15 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

UPDATE BNPB: 19 Orang Meninggal akibat Banjir Bandang di Agam Sumbar

Nasional
KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

KNKT Investigasi Kecelakaan Bus Rombongan Siswa di Subang, Fokus pada Kelayakan Kendaraan

Nasional
Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Partai Buruh Berniat Gugat Aturan Usung Calon Kepala Daerah ke MK

Nasional
Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Cerita Sulitnya Jadi Ketua KPK, Agus Rahardjo: Penyidik Tunduk ke Kapolri, Kejaksaan, Sampai BIN

Nasional
Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Jemaah Haji Mulai Diberangkatkan, Fahira Idris: Semoga Sehat, Selamat, dan Mabrur

Nasional
Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Jemaah Haji Gelombang Pertama Tiba di Madinah, Disambut Meriah

Nasional
Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Jokowi Diminta Tak Cawe-cawe Pemilihan Capim KPK

Nasional
PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

PBNU: Pratik Haji Ilegal Rampas Hak Kenyamanan Jemaah

Nasional
Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Prabowo Disebut Bisa Kena Getah jika Pansel Capim KPK Bentukan Jokowi Buruk

Nasional
Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Gerindra Dorong Penyederhanaan Demokrasi Indonesia: Rakyat Tak Harus Berhadapan dengan TPS

Nasional
Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Sekjen Gerindra Sebut Revisi UU Kementerian Negara Dimungkinkan Tuntas Sebelum Pelantikan Prabowo

Nasional
Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Pimpinan Komisi X Bantah Pernyataan Stafsus Jokowi soal Banyak Keluarga dan Orang Dekat DPR Menerima KIP Kuliah

Nasional
Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Gerindra Siapkan 4 Kader Maju Pilkada DKI, Ada Riza Patria, Budi Satrio, dan Sara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com