JAKARTA, KOMPAS.com – Wakil Presiden Jusuf Kalla meyakini proses perundingan antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah tidak akan berlangsung lama.
Pasalnya, perundingan antara kedua belah pihak sudah dimulai sejak 2015 lalu.
"Mudah-mudahan bisa selesai. Tidak ada masalah yang rumit benar sebenarnya, tinggal waktu saja," kata Kalla di Istana Wapres, Jumat (24/2/2017).
Dalam perundingan tersebut, Wapres menegaskan, kepentingan nasional menjadi hal utama yang dibahas, di samping kepentingan PT Freeport Indonesa itu sendiri.
Setidaknya, ada tiga kepentingan nasional yang mendapat perhatian pemerintah.
Pertama, pemerintah ingin meningkatkan penerimaan sektor pajak. Oleh karena itu kontribusi pajak PT FI diharapkan lebih tinggi.
Kedua, pemerintah juga ingin agar PT Freeport Indonesia dapat menyerap tenaga kerja Indonesia dalam jumlah yang lebih besar.
Ketiga, PT Freeport Indonesia diharapkan dapat menggunakan komponen dalam negeri sebagai alat penunjang kinerja mereka di Tanah Air.
"Tentu kita juga ingin mengakomodir kepentingan Freeport agar investasinya itu berlangsung dengan baik. dan kepentingan ini sedang dirundingkan," ujar Kalla.
Pemerintah Indonesia sebelumnya telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi untuk PT Freeport Indonesia (PTFI) berdasarkan peraturan pemerintah nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017).
Aturan tersebut mewajibkan perusahaan tambang pemegang Kontrak Karya (KK) untuk mengubah status kontraknya menjadi IUPK. Namun, hal ini tidak diterima oleh Freeport.
CEO Freeport McMoran Inc, Richard Adkerson menyatakan, pemerintah dianggap berlaku sepihak dalam menerbitkan aturan tersebut. Hingga saat ini, belum ada kata sepakat antara Freeport Indonesia dengan pemerintah Indonesia.
(Baca juga: Bos Besar Freeport Pamit ke Jonan lewat Sepucuk Surat)
Karena itu, Freeport berencana menempuh arbitrase jika pemerintah Indonesia dan Freeport Indonesia tak juga menemui kata sepakat.
(Baca juga: Ribut-ribut Freeport, Ini Perbedaan Arbitrase dan Pengadilan)