Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekrutmen Tertutup Dinilai Hasilkan Hakim MK Tanpa Integritas

Kompas.com - 27/01/2017, 15:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah pegiat antikorupsi dan pengamat lembaga peradilan berpendapat, tertangkapnya hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar oleh KPK harus menjadi momentum pembenahan sistem rekrutmen hakim konstitusi.

Koordinator Divisi Hukum dan Peradilan ICW Tama S. Langkun mengatakan, selama ini rekrutmen hakim MK cenderung tertutup dan tidak transparan.

Selain itu proses rekrutmen juga tidak melibatkan masyarakat sipil sebagai pengawas, pemantau dan pemberi masukan dalam proses seleksi.

Tertutupnya proses rekrutmen, kata Tama, biasanya terjadi di level pemerintah dan Mahkamah Agung.

(Baca: Penyuap Patrialis Ingin Uji Materi Dikabulkan MK agar Bisa Jualan Lagi)

Akibatnya, pemilihan calon hakim konstitusi berpotensi memunculkan sosok dengan rekam jejak yang buruk.

"Selama ini proses rekrutmen tidak transparan. Pemilihan oleh pemerintah dan MA tidak bisa dilihat prosesnya. Kalau di DPR sudah lebih terbuka. Menurut saya korupsi terjadi karena proses rekrutmen yang tertutup," ujar Tama saat memberikan keterangan di kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (27/1/2017).

Menurut Tama, latar belakang politik seorang hakim konstitusi tidak menjadi faktor keterlibatannya atas kasus korupsi.

Dia menuturkan bahwa seorang hakim dengan latar belakang politisi bisa saja didukung oleh masyarakat jika diketahui melalui rekam jejak yang baik dan pandangan negarawan.

"Ada persoalan terkait integritas dan etika dari persoalan rekrutmen. Yang penting adalah negarawan tidak bermasalah jika dari unsur politisi," ungkapnya.

Pada kesempatan yang sama, Veri Junaidi dari KoDe Inisiatif mengatakan, saat ini rekrutmen yang tertutup menjadi satu masalah yang harus diselesaikan.

(Baca: Mantan Hakim MK: Patrialis Menanggung Beban Kepercayaan SBY)

Menurut Veri jika sistem rekrutmen tidak diubah maka MK akan terus diisi oleh hakim-hakim yang bermasalah.

 

Dia mencontohkan perekrutan Akil Mochtar, hakim MK yang tersangkut kasus korupsi, dilakukan secara tertutup.

Begitu juga dengan pengangkatan Patrialis Akbar oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keppres Nomor 87/P Tahun 2013.

Patrialis Akbar kemudian disangka menerima suap sebesar Rp 2,15 miliar dari importir daging. Suap tersebut terkait uji materi UU Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang tengah ditangani MK.

"Problemnya terkait rekrutmen yang tertutup. Akil Mochtar saat itu juga tertutup. Sementara Patrialis diangkat begitu saja oleh SBY. Jika tidak diubah akan menghasilkan hakim yang bermasalah. Harus ada pembenahan mekanise dari MA, Presiden dan DPR," kata Veri.

Hal senada juga diungkapkan oleh dosen hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Fritz Siregar.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com