Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

Tajamnya Medsos Ancaman bagi Bangsa

Kompas.com - 14/11/2016, 10:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Kerisauan Presiden Joko Widodo soal media sosial jadi ajang caci maki, diungkapkan di depan sekitar 10.000 ulama pada acara Doa untuk Keselamatan Bangsa yang diselenggarakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta, Sabtu (11/12/2016).

Katanya, "Media sosial sebulan belakangan isinya saling menghujat, saling ejek, saling maki, fitnah, adu domba dan provokasi."

Situasi ini menurut Presiden harus diperbaiki bersama dan masyarakat diminta ikut menjaga kesejukan termasuk di media sosial, karena hal-hal tadi bukan nilai-nilai bangsa Indonesia, bukan nilai kesantunan.

Teknologi telekomunikasi tumbuh pesat, di satu sisi mempermudah masyarakat penggunanya berkomunikasi nyaris dari mana pun dan ke mana pun, di sisi lain ternyata menghancurkan batas komunikasi santun yang selama ini terselenggara dalam komunikasi langsung.

Telekomunikasi seluler juga mengubah manusia dari semula guyub, bermasyarakat, menjadi makin introvert, menyendiri.

Pada zaman dahulu informasi diperoleh ketika orang saling bertatap muka, hingga saat telekomunikasi tampil sebagai perantara komunikasi yang menafikan tatap muka.

Pada masanya –sebelum dekade lalu – orang masih enggan menggunakan fasilitas komunikasi jika akan menghubungi orang yang dianggap punya posisi atau kelas lebih tinggi: orangtua, atasan, orang kaya.

Orang pun menjaga bicaranya ketika bercakap-cakap, bahkan jika pun terpaksa bicara dengan orang yang tidak disukainya. Mereka jarang menggunakan kata-kata kasar ketika berhadapan, dan baru mengungkapkan kekesalan kepada pihak ketiga ketika perjumpaan sudah usai.

Orang akan bebas berbicara seenaknya, mengumpat, memaki, umumnya dalam forum terbatas, baik berupa ruang tertutup ataupun jumlah peserta yang sedikit.

Kalaupun pembicaraan dalam forum terbatas itu bocor dan sampai ke telinga orang lain yang jadi sasaran percakapan, efeknya tidak melebar, paling jauh hanya ke sekitar orang-orang itu saja.

Paling dilabrak

Itu tadi acapkali yang disebut dengan percakapan warung kopi, yang topiknya bisa beragam. Politik, ekonomi, sosial, ghibah (membicarakan orang), yang menjadi cara penyampaian misalnya pendidikan politik dalam kadar yang rendah.

Namun segi negatifnya banyak karena di pembicaraan warung kopi, ghibah menjadi topik yang paling menarik. Apalagi jika menyangkut kekayaan, kecantikan, perselingkuhan.

Kalaupun ada fitnah, mengejek, memaki, atau menghujat dalam pembicaraan itu, efeknya kalaupun melebar biasanya diselesaikan dengan mendatangkan orang yang berpengaruh di lingkungan.

Peserta obrolan warung kopi pun menganggap percakapan mereka sebagai omong kosong yang tidak punya nilai untuk disampaikan ke orang lain. Perlu upaya ekstra keras, tenaga dan biaya untuk menyampaikan omong kosong ke forum yang lebih luas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com