Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch S. Hendrowijono
Pengamat Telekomunikasi

Mantan wartawan Kompas yang mengikuti perkembangan dunia transportasi dan telekomunikasi.

Tajamnya Medsos Ancaman bagi Bangsa

Kompas.com - 14/11/2016, 10:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Media sosial menyediakan diri sebagai penyampai berita yang efektif yang mampu menjangkau jauh lebih banyak orang dan komunitas. Semua kendala cara penyebaran tumbang, karena tanpa batas ruangan dan waktu dengan upaya jauh lebih ringan dan nyaris tanpa biaya.

Ketika ibu-ibu ngerumpi, bergosip saat berjumpa di ujung gang sepulang belanja di pasar, akibat paling tinggi penggosipnya dilabrak. Paling banter cakar-cakaran, dilerai, lalu didamaikan, dan selesai.

Masalahnya, masyarakat kini memindahkan gang dan warung kopi ke ponsel yang punya fasilitas digital data, namun cara berpikir mereka masih tidak beranjak dari dua lokasi itu.

Ketika gosip muncul di Twitter, Facebook, Instagram, atau sekadar tampilan status orang yang kadang tidak dikenalnya, hanya dengan sekali klik bisa disebarkan ke orang lain dalam hitungan deret ukur atau kuadrat, bisa ratusan ribu tujuan sekaligus.

Faktor nuansa selain kemampuan pencernaan kata berbeda pada tiap orang, membuat isu menjadi bola liar. Apalagi jika dalam perjalanannya isu tadi sempat disunting sebelum disebarkan lagi.

Kehilangan kambing

Mengubah budaya gosip tidak mudah, sebab ngerumpi, meng-ghibah, walau dilarang agama Islam, bagi banyak orang merupakan kenikmatan. Celakanya kegiatan ini malah makin menggila ketika media sosial diperkenalkan.

UU No 11/2008 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) mestinya mampu meredakan pengunggahan ujaran kebencian (hate speech) namun sebaliknya, justru makin marak. Masyarakat merasa media sosial sangat cocok menjadi penyalur kekesalan mereka.

Apalagi karena ancaman hukumannya "hanya" empat tahun sehingga polisi tidak bisa lagi serta merta menahan pelanggarnya sebelum proses peradilan. Pelaku hate speech pun bisa tetap tenang sepanjang tidak ada laporan dari korban kata-kata kebencian tadi.

Hate speech, hujatan, memaki, fitnah, adu domba dan provokasi, bisa berbalik menjadi tindak pidana ke penulis dan yang mengunggahnya di media sosial. Namun, masyarakat belum terbiasa melaporkan hujatan-hujatan tadi sebagai pencemaran nama baik, karena trauma masa lalu.

Hingga belum lama ini, melapor ke aparat penegak hukum dianggap akan merugikan diri sendiri, seperti ungkapan lapor kehilangan ayam malah kehilangan kambing. Apalagi ketika yang dilaporkan pejabat publik atau orang kuat, trauma ini sangat terasa.

Hate speech merupakan delik aduan, sehingga ketika sekelompok orang yang melaporkan adanya penghinaan kepada Presiden Jokowi lewat media sosial, polisi tidak dapat mengusutnya, kecuali kalau Jokowi yang melapor.

Karenanya jika sasaran adalah bangsa atau personal yang maya, misalnya adu domba dan provokasi, negara atau Menkominfo-lah yang harus mengadu ke polisi.

Dikhawatirkan, sejalan dengan makin maraknya ungkapan-ungkapan kata-kata kebencian, polisi akan kewalahan dalam menanganinya.

Mudah-mudahan tindak pidana hate speech tidak seperti pelanggaran lalu lintas yang sudah marak yang kemudian cenderung dianggap menjadi kebiasaan yang dibolehkan karena faktor penegak hukum yang kewalahan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com