JAKARTA, KOMPAS.com - PenjukkanWiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan dikhawatirkan menimbulkan kegaduhan yang menggangu stabilitas nasional. Pasalnya, di masa lalu mantan panglima TNI itu memiliki catatan hitam terkait Hak Asasi Manusia.
Pengamat Politik Para Syndicate, Toto Sugiarto, menilai agar kegaduhan tersebut dapat diredam, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus memberi ruang bagi publik untuk mengemukakan pendapat.
Berani mengangkat Wiranto sebagai menteri, berarti Jokowi harusnya sudah siap berdiskusi terkait masa lalu dari orang yang ditunjuknya itu.
"Bagi Wiranto pun demikian, ia telah membiarkan dirinya masuk dalam pusat sorotan publik berarti siap dengan diskursus terkait dirinya di ruang publik," ujar Toto saat dihubungi, Kamis (28/7/2016).
(Baca: Wiranto: Setiap Saya Muncul Pasti Ada Penolakan, Itu Biasa)
Selain itu, kata dia, hal penting yang harus segera dilakukan Wiranto adalah berkoordinasi dengan para menteri terkait. Pasalnya, Menkopolhukam memiliki agenda penting.
"Yang paling dekat yakni memastikan keamanan pada proses Pilkada 2017 yang tahapannya sudah dimulai sekarang ini," kata dia.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), lanjut Toto, sedang menyelesaikan melakukan berbagai persiapan untuk pelaksanaan Pilkada 2017. Seluruh tahapan Pilkada memerlukan jaminan keamanan.
"Semua itu perlu dijamin keamanannya. Semua itu ada dalam koordinasi Pak Wiranto sebagai Menko Polhukam," kata dia.
(Baca: Wiranto Jadi Menteri, "Turun Gunungnya" Sang Jenderal)
Sebelumnya, dalam reshuffle kabinet kerja jilid II Jokowi menunjuk Wiranto sebagai Menko Polhukan menggantikan Luhut Binsar Panjaitan. Usai reshuffle resmi diumumkan, sejumlah elemen masyarakat menyatakan penolakannya terhadap Wiranto.
Salah satunya, Komisi Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) yang mengecam keputusan Jokowi tersebut.
"Presiden Jokowi punya janji yang dia sampaikan kepada rakyat tapi janji itu dia khianati sendiri dengan menunjuk Wiranto sebagai Menkopolhukam," kata Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Feri Kusuma di kantor KontraS, Jakarta, Rabu.