Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perludem Nilai Aturan Politik Uang di Pilkada seperti Pacar yang Marah

Kompas.com - 21/07/2016, 19:02 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengapresiasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang memiliki optimisme dalam meminimalisir politik uang.

Menurut Titi, undang-undang tersebut mewakili kemarahan masyarakat atas politik uang.

"UU Nomor 10 Tahun 2016 sangat menunjukkan kemarahan atas politik uang. Tapi seperti orang pacaran, marah tapi tidak mau putus. Marah yang tidak konkret," kata Titi dalam suatu seminar di Jakarta, Kamis (21/7/2016).

Titi mengklasifikasi optimisme revisi UU Pilkada menjadi tiga hal.

Pertama, kewenangan Bawaslu Provinsi untuk memutus sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon bagi pasangan calon yang melanggar larangan menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lain untuk mempengaruhi penyelenggaraan pemilihan dan/atau pemilih.

Kedua, penegakan sanksi adminstrasi politik uang tidak menggugurkan sanksi pidana. Dua sanksi tersebut bisa diterapkan bersama tanpa ketergantungan proses satu sama lain.

Ketiga, pengaturan pidana yang tegas atas politik uang berupa jual beli kursi pencalonan, jual beli suara, dan suap kepada penyelenggara pemilihan.

Meski demikian, Titi menilai kemarahan atas politik uang hampir tidak memungkinkan pembatalan calon dilakukan.

"Marah mau mengancam pembatalan calon, tapi hampir tidak mungkin pembatalan calon dilakukan. Ini ingin tegas tapi hati-hati bisa jadi ini terkena dirinya atau kadernya (partai politik)," ucap Titi.

Titi mengatakan, ketentuan pembatalan calon mengandung pemberatan syarat. Sebab, sanksi administrasi pembatalan calon hanya bisa dilakukan atas pelanggaran politik uang uang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Titi menuturkan, pasal 135a ayat 1 menerjemahkan "struktur" sebagai kecurangan yang dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun penyelenggaran pemilihan secara kolektif.

Sedangkan "sistematis" adalah pelanggaran yang direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapih.

"Masif" diartikan pelanggaran memiliki dampak yang sangat luas.

"Jadi bisa disimpulkan sepanjang politik uang tidak dilakukan aparat struktural, tidak direncanakan matang, atau tidak luas pengaruhnya maka calon tidak bisa dibatalkan," tutur Titi.

Kompas TV Politik uang adalah pekerjaan rumah bangsa Indonesia - Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com