Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Kekurangan 1.400 Hakim

Kompas.com - 15/07/2016, 13:16 WIB

TEMANGGUNG, KOMPAS — Pengadilan di Indonesia saat ini kekurangan 1.400 hakim. Kekurangan tersebut dikhawatirkan akan berdampak buruk pada kinerja hakim dan penyelesaian perkara di setiap pengadilan.

Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Heri Swantoro mengatakan, pada setiap pengadilan negeri, seharusnya terdapat dua majelis atau delapan hakim. Namun, dalam kenyataannya, banyak pengadilan memiliki jumlah hakim yang kurang dari angka tersebut.

"Berdasar data kami, sebanyak 35 pengadilan negeri bahkan hanya memiliki empat hakim," ujarnya saat ditemui di sela-sela kunjungannya ke Pengadilan Negeri (PN) Temanggung, Jawa Tengah, Kamis (14/7/2016).

Saat ini, jumlah pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia mencapai 380 PN. Adapun jumlah total hakim tingkat pertama saat ini berjumlah 4.200 orang. Kondisi kekurangan hakim ini terjadi merata di pengadilan di seluruh wilayah di Indonesia, baik dalam maupun luar Jawa.

"PN Slawi di Jawa Tengah, saja, misalnya, sampai saat ini hanya memiliki tiga hakim," ujar Heri.

Faktor penyebab kekurangan hakim, kata Heri, adalah adanya moratorium atau penghentian perekrutan hakim selama enam tahun terakhir. Padahal, di sisi lain, posisi hakim yang kosong terus bertambah karena adanya hakim yang memasuki usia pensiun, berhenti, atau meninggal dunia.

Heri mengatakan, kondisi ini akhirnya makin menambah berat beban pekerjaan para hakim yang ada. Keberlangsungan karier dan mobilitas mereka pun terhambat karena mereka terpaksa tinggal dan bekerja di pengadilan di wilayah yang sama demi memenuhi kekurangan hakim di tempat tersebut.

"Kondisi ini biasanya banyak terjadi di luar Jawa. Hakim-hakim di Papua atau di Aceh, misalnya, hanya akan sekadar berpindah tugas, berputar-putar di wilayah tersebut karena mereka diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hakim di sana," ujarnya.

Ketua Pengadilan Tinggi Semarang Nommy HT Siahaan mengatakan, kekurangan hakim terjadi merata di 36 PN di Jawa Tengah, khususnya di PN kelas II.

"Rata-rata pengadilan kelas II di Jawa Tengah hanya memiliki enam hingga tujuh hakim," ucapnya.

Selain menambah beban pekerjaan hakim, menurut dia, kondisi ini pada akhirnya akan memperlambat penyelesaian perkara.

"Terkadang, agar penyelesaian perkara tidak terus tertunda-tunda, majelis hakim pun terpaksa menggelar sidang hingga malam hari," ujarnya.

Mahkamah Agung telah menerbitkan aturan perekrutan hakim tingkat pertama berupa Peraturan Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyusunan dan Penetapan Kebutuhan serta Pengadaan Hakim. (EGI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 15 Juli 2016, di halaman 4 dengan judul "Indonesia Kekurangan 1.400 Hakim".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com