JAKARTA, KOMPAS.com - Sikap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo serta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang menolak terlibat dalam pantia seleksi (Pansel) komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diapresiasi.
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz menilai, sikap mereka dapat dijadikan pertanda bahwa pemerintah menyatakan sikap netral dalam proses seleksi KPU dan Bawaslu ke depan.
"Dalam menjaga independensi dan pengaruh politik dari proses seleksi ini, pernyataan tersebut pantas diapresiasi setinggi-tingginya," kata Masykurudin melalui pesan teks, Selasa (12/7/2016).
Selain menunjukkan sikap netral, pernyataan tersebut juga dapat dianggap sebagai janji dari pemerintah untuk tidak melakukan intervensi dengan tak bergabung dalam komposisi tim seleksi.
Namun, ia menambahkan, kecurigaan publik bahwa pemerintah bermain secara politis tak cukup hanya ditunjukkan dengan sikap tersebut.
Pemerintah harus bertanggungjawab penuh terhadap seluruh tahapan proses seleksi dan memastikan seleksi ini menghasilkan calon komisioner KPU dan Bawaslu yang mandiri, profesional, terbuka dan berkualitas.
"Tidak cukup hanya menyatakan bebas dari kepentingan politis, tetapi juga menjamin intervensi politis dari pihak manapun itu tidak terjadi," tutup Masykurudin.
Tjahjo sebelumnya menyampaikan tidak ingin terlibat Pansel komisioner KPU dan Bawaslu periode selanjutnya. Menurut Tjahjo, Yasonna pun bersikap sama.
Menurut Tjahjo, latar belakangnya sebagai kader partai politik dapat menciptakan kesan kurang baik di mata publik jika mengemban jabatan tersebut. Keduanya adalah kader PDI-P.
(baca: Tjahjo Tolak Jadi Ketua, Sarankan Pansel KPU dan Bawaslu Diisi Akademisi)
Tjahjo menyarankan agar ketua dan panitia pansel diisi kalangan akademisi. Hal itu guna menjaga marwah lembaga penyelenggara pemilu yang jauh dari kesan keberpihakan.
Kalau pun harus ada perwakilan dari Kemendagri, kata Tjahjo, bisa diwakili direktorat jenderal.
Seleksi calon komisioner KPU dan Bawaslu sedianya digelar akhir Oktober 2016 oleh Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri.
Pemilihan calon komisioner KPU dan Bawaslu diatur dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggara pemilu. Disebutkan bahwa komisioner yang baru harus diseleksi enam bulan sebelum masa kerja komisioner KPU dan Bawaslu saat ini berakhir.
Namun, untuk memilih komisioner itu terlebih dahulu perlu dibentuk panitia seleksi. Hal itu sesuai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.