Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Hakim MA Anggap Terpidana Kasus Narkoba Pantas Dihukum Mati

Kompas.com - 20/06/2016, 13:54 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Yudisial menggelar wawancara terbuka terhadap para calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Mahkamah Agung (MA), Senin (20/6/2016).

Calon hakim di MA untuk kamar pidana, Gazalba Saleh, mengatakan bahwa dirinya mendukung diberlakukannya hukuman mati terhadap para pelaku tindak pidana narkoba.

Menurut dia, narkoba memberi dampak luas yang merusak bangsa Indonesia. Oleh karena itu, para pelaku yang terlibat di dalamnya perlu mendapat hukuman seberat-beratnya guna memberi efek jera kepada para pelaku lainnya.

"Saya setuju 100 persen pelaku tindak pidana narkotika dihukum mati karena dampaknya sangat luas bagi bangsa ini," kata Gazalba saat dimintai tanggapan oleh panelis dari KY, Farid Wajdi, terkait hukuman mati dan kebiri.

(Baca: Ini 19 Nama Calon Hakim Agung dan Calon Hakim Ad Hoc Tipikor yang Lolos Tes Kepribadian)

Hal serupa, menurut Gazalba, sudah dilakukan oleh sejumlah negara berkembang, misalnya Amerika dan Malaysia.

"Amerika menerapkan hukuman yang sangat keras bagi pelaku narkoba untuk melindungi bangsanya. Malaysia juga seperti itu. Mengapa Indonesia tidak?" Kata dia.

Menurut Gazalba, Indonesia merupakan bangsa yang besar.

Di samping potensi alamnya yang melimpah, sumber daya manusianya juga sangat potensial untuk membawa bangsa ke arah yang lebih baik jika dikembangkan secara baik. Karena itu, jika potensi besar tersebut dirusak dengan adanya peredaran narkoba, pemerintah perlu memberikan hukuman seberat-beratnya terhadap para pelaku.

(Baca: Jimly Nilai Hukuman Mati Hanya Efektif hingga 10 Tahun ke Depan)

"Sangat ironis sekali apabila bangsa mempunyai potensi anak anak yang begitu besar mati akibat keganasan pelaku tindak pidana narkotika tersebut," kata dia.

Ia juga menilai bahwa hingga saat ini hukuman mati terhadap kasus narkoba sudah berdampak memberi efek jera kepada para pelaku. Buktinya, menurut Gazalba, saat ini banyak pelaku yang terlibat kasus tersebut justru ketakutan dan melakukan upaya pengurangan hukuman.

"Kalau tidak efektif, mereka yang saat ini akan dihukum mati, mereka meminta untuk tidak dihukum mati. Dengan cara seperti itu, maka yang lainnya bisa lebih berhati hati-hati atau tidak melakukan hal-hal seperti itu karena adanya beberapa yang sudah dieksekusi," kata dia.

(Baca: Agar Tak Ada Drama, Luhut Minta Hukuman Mati Diumumkan Tiga Hari Sebelumnya)

Sementara itu, mengenai hukuman Kebiri bagi para pelaku tindak kekerasan seksual, Gazalba menilai, pemerintah memang memerlukan terobosan baru dalam bidang hukum terkait kasus tersebut.

"Kekerasan seksual merupakan tindak pidana yang meresahkan masyarakat dan juga menodai agama yang dianut oleh bangsa Indonesia. Maka, perlu ada sikap tegas. Perlu ada terobosan baru mengatasi masalah tersebut. Keluarnya perppu merupakan langkah baru untuk memberi shock therapy kepada para pelaku," kata dia.

Kompas TV Eksekusi Mati Dilaksanakan Usai Lebaran
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com