Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Lakukan Pembiaran terhadap Warga Eks Gafatar, Ini Bentuknya...

Kompas.com - 08/06/2016, 21:30 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Solidaritas Perempuan Nisa Yura mengungkapkan, kekerasan yang dialami perempuan dan anak-anak saat peristiwa pengusiran ratusan warga eks Gerakan Fajar Nusantara Gafatar (Gafatar) dari Mempawah, Kalimantan Barat, karena adanya stigma dan diskriminasi.

Menurut catatan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, setidaknya perempuan dan anak-anak yang terstigma eks Gafatar mengalami kekerasan dalam lima fase.

Kelima fase itu yakni sebelum pengusiran, saat pengusiran atau evakuasi paksa, saat di penampungan di Kalimantan, proses pemulangan ke Jawa, saat penampungan di daerah asal, dan saat pemulangan ke daerah asal.

Nisa mengatakan, dalam setiap konflik, perempuan dan anak-anak akan selalu menjadi kelompok yang terdampak kekerasan. Namun, sayangnya, negara tidak mengantisipasi dan cenderung melakukan pembiaran atas tindak kekerasan yang terjadi.

(Baca: Bupati Mempawah Menangis Saksikan Permukiman Eks Gafatar Dibakar)

"Belakangan ini warga Indonesia banyak mengalami hal yang tidak manusiawi. Berdasarkan pengalaman di berbagai konflik, perempuan dan anak adalah kelompok yang mengalami kekerasan," ujar Nisa saat memberikan keterangan pers di kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (8/6/2016).

Pembiaran oleh negara tersebut, kata Nisa, terlihat dari berbagai pengakuan yang dialami korban.

Saat pengusiran, terjadi perusakan dan pembakaran atas aset warga eks Gafatar. Meski ada aparat yang berjaga, tetapi tidak ada upaya untuk mencegah dan justru warga eks Gafatar yang harus mengungsi dari rumahnya sendiri.

Kemudian, lanjut Nisa, hak perempuan dalam hal kesehatan reproduksi pun tidak diberikan. Menurut pengakuan beberapa korban, saat di pengungsian, mereka tidak disediakan kebutuhan pribadi seperti pembalut.

(Baca: 700 Orang Eks Gafatar Diminta Segera Tinggalkan Mempawah)

"Kita bisa lihat apa yang terjadi. Tidak ada kebutuhan yang disediakan. Pembalut tidak disediakan, padahal kesehatan reproduksi harus dijamin. Ini tanggung jawab negara karena terjadi di pengungsian," ungkapnya.

Warga eks Gafatar mengalami trauma akibat peristiwa pengusiran itu. Tak hanya itu, perempuan yang mengalami kekerasan juga tercerabut dari sumber penghidupannya. Hak milik atas tanah banyak yang tidak diganti. Beberapa aset seperti mobil dan motor tidak bisa dibawa ke daerah asalnya.

"Kemudian mereka mengalami pemiskinan. Mereka tercerabut dari sumber kehidupannya. Padahal, mereka bertani di Kalimantan," kata Nisa.

"Selain itu, negara telah melakukan pembiaran. Seharusnya ada proses yang adil pasca-evakuasi paksa. Ini jelas ada kekerasan, tapi negara diam saja," ujar dia.

Kompas TV Anak-anak Eks Gafatar Sakit Akibat Kelelahan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com