JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu pembahasan penting di Rancangan Undang-undang (RUU) Pemilu 2019 adalah wacana penghapusan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu legislatif.
Beberapa alternatif yang dimunculkan sebagai pengganti ialah kembali ke sistem proporsional tertutup atau sistem proporsional setengah terbuka.
Hal itu bertujuan untuk menekan biaya politik yang tinggi akibat penggunaan sistem proporsional terbuka.
Menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini tak jadi soal jika di Pemilu legislatif yang diadakan serentak dengan eksekutif di 2019 nanti kembali menggunakan sistem proporsional terbuka.
"Yang paling penting bukan sistem proporsional terbuka, tertutup, atau setengah terbuka, tapi pemilihan sistem yang sesuai dengan konteks di Indonesia, karena masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihannya," kata Titi saat dihubungi Kompas.com Minggu (22/5/2016).
Titi menilai selama ini pemerintah dan DPR tak pernah melakukan evaluasi secara komprehensif terkait pelaksanaan sistem proporsional terbuka di dua Pemilu terakhir. Akhirnya, belum diperoleh kekurangan dan kelebihannya secara menyeluruh.
"Seharusnya dilakukan evaluasi menyeluruh terlebih dahulu baru dilakukan penguatan di aspek yang dipandang lemah. Baru kalau sudah tidak bisa, diganti sistemnya," ucap Titi.