JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar menyerahkan finalisasi revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Boy menilai, salah satu usulan DPR, yakni adanya Dewan Pengawasan untuk kerja Densus 88 adalah sesuatu yang baik.
"Karena pada dasarnya semua harus bisa diawasi. Ada akses untuk orang yang ingin mengawasi kami, apakah itu masyarakat atau pun badan-badan tertentu," ujar Boy di Mabes Polri, Jakarta, Senin (2/5/2016).
Boy mengatakan, pengaturan seperti itu mungkin berdasarkan hasil serapan lembaga legislatif dari berbagai pihak. Lagipula, kata dia, DPR saat ini masih memproses rancangan tersebut.
"Apabila itu dipandang perlu, pada dasarnya apabila dalam badan Polri ada yang perlu diawasi tidak masalah," kata Boy.
(Baca: RUU Antiterorisme akan Atur Mengenai Dewan Pengawas)
Boy pun tak merasa instansi Polri dikekang dengan adanya Dewan Pengawas. Menurut dia, selama ini kerja Polri pun sudah diawasi secara internal maupun eksternal, seperti oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Komnas HAM, Ombudsman, dan LSM.
"Apabila ada lagi yang mengawasi secara khusus, itu adalah kewenangan lembaga legialatif atau kelompok kerja yang melakukan pembahasan revisi UU tersebut. Sepenuhnya kami hormati apapun hasilnya," kata dia.
Revisi Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme akan mengatur mengenai keberadaan dewan pengawas. Dewan pengawas ini nantinya akan mengawasi kinerja aparat, khususnya saat memperlakukan terduga terorisme.
(Baca: Pasal “Guantanamo” di RUU Antiterorisme Penuh Kontroversi)
"Selama ini, tidak ada perlindungan terhadap terduga, baik saat penangkapan, penahanan, maupun penunutan," kata Ketua Pansus Revisi UU Anti-Terorisme Muhammad Syafii.
Karena baru usulan awal dari fraksi-fraksi, belum dibahas lebih detil dewan pengawas seperti apa yang akan diatur dalam RUU ini. Namun Syafii meyakini dewan pengawas ini bisa terbentuk karena mayoritas fraksi menginginkannya.
"Kalau enggak diawasi bagaimana? Sekarang sangat jelas banyak terjadi abuse of power saat penangkapan dan penahanan terduga teroris," ucap Syafii.