JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Senior PARA Syndicate Toto Sugiarto mendukung agar setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hendak maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) mengundurkan diri terlebih dulu.
Hal ini diperlukan agar perebutan kursi kepala daerah tidak terkesan sebatas mencari peruntungan.
Dia pun mendorong agar mekanisme pengunduran diri itu diatur dengan jelas dalam RUU Pilkada yang saat ini dibahas di parlemen. Menurut dia, jika peraturan itu tidak disahkan maka akan menghilangkan fokus kerja dari DPR itu sendiri.
"Terdapat pikiran-pikiran yang menyiratkan bahwa DPR lebih mencari peluang," kata Toto dalam diskusi Pembahasan RUU PILKADA: Oligarki Partai dan Pertaruhan Demokrasi yang diselenggarakan di kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (29/4/2016).
(Baca: Ikut Pilkada, Anggota Dewan Tak Harus Mundur dari Jabatannya)
Seharusnya, menurut dia, anggota legislatif yang siap maju bersaing dalam pilkada harus sudah mampu mengukur kapasitas dirinya.
"Kalau ia berkualitas, semestinya tidak takut kehilangan jabatan yang saat ini dipegang," ucap dia.
Dia pun mencontohkan sejumlah mantan politisi yang akhirnya terpilih dalam Pilkada seperti Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah periose 2013-2018 dan Agustin Teras Narang, Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) dua periode, 2005-2010.
Tokoh-tokoh seperti itu berani meninggalkan jabatannya di DPR RI dan secara yakin maju sebagai kadidat dalam pemilihan kepala daerah.
(Baca: Politisi PDI-P: UU MD3 Tak Haruskan Anggota Dewan Mundur bila Ikut Pilkada)
Lebih lanjut, Toto menambahkan, idealnya persyaratan mundur dari jabatan juga diberlakukan bagi petahana. Namun, hal ini masih sangat berisiko.
"Misalkan bupati dan wakil bupati (bersamaan), walikota dan wakil walikota keduanya mundur karena ingin maju dalam pilkada, maka mundur akan berdampak kurang baik pada pelayanan publik,"ujarnya.
Menurut Toto, batasan bagi petahana cukup dengan syarat cuti saja. Tapi harus ada instrumen pengawasan, khususnya mengenai penggunaan fasilitas selama masa kampanye.
(Baca: Ini Masukan KPU soal Revisi UU Pilkada)
"Saat ini banyak terjadi para petahana memakai fasilitas-fasilitas karena dia bisa mengakses negara. Nah itu menunjukkan ketidakadilan," tutur Toto.
Perbedaan perlakuan mengenai persyaratan bagi anggota DPR RI dengan petahana ini menjadi lebih jelas karena DPR merupakan dewan legislatif yang di dalamnya menampung banyak anggota.
"Kalau kepala daerah kan eksekutif, dia sendirian saja," kata Toto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.