Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Airlangga Pribadi Kusman
Dosen Universitas Airlangga

Pengajar Departemen Politik FISIP Universitas Airlangga  

Associate Director Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC)  

 

Yang Terpinggirkan Ketika Kepentingan Bisnis Jadi Kiblat Demokrasi

Kompas.com - 20/04/2016, 20:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho

Anak muda kritis nan cerdas berusia 24 tahun bernama Tzvetan Todorov itu hijrah dari kampung halamannya di Sofia Bulgaria untuk belajar ke pusat ilmu dan peradaban Eropa yaitu Paris.

Setelah berhasil memperoleh gelar PhD dari Paris University, takdir membawanya menjadi salah satu filsuf, anthropolog, sosiolog, semiotis kritis kondang. Namun, namanya sepertinya kurang santer didengar dalam perbincangan tentang nabi-nabi filsuf Prancis di negeri kita. 

Sebagai seorang yang sejak lahir sampai usia mudanya di negara yang menganut sistem komunisme-stalinisme di Bulgaria, Todorov muak dengan berbagai bentuk kontrol, pengawasan, teror dan watak anti-kritik dari rezime komunis yang eksis di negerinya Bulgaria.

Kemuakan Todorov tersebut tercermin dari berbagai esai renungan sosial-politiknya. Salah satunya dalam buku terbarunya yang ia tulis pada tahun 2014 berjudul "The Inner Enemies of Democracy".

Sisi menarik dari gagasan Todorov ketika mempermasalahkan demokrasi dari musuh-musuh di dalam dirinya sendiri. Ia tidak terjebak untuk berpindah keyakinan dengan mengimani pasar bebas dan dogma neoliberalisme ketika membela kebebasan dan hidup bersama.

Suara kebebasan yang dilontarkan oleh Tzvetan Todorov bukanlah suara kebebasan ala para exile intelektual dari rezime Eropa Timur seperti Ayn Rand. Juga bukan seperti para mantan pemikir komunis seperti Arthur Koestler dan Christopher Hitchens yang berpindah bandul meyakini bahwa kebebasan yang bertumpu pada pasar bebas adalah solusi final peradaban manusia.

Bagi Todorov yang sudah kenyang akan pengalaman totalitarianism dan sensitif terhadap berbagai manifestasi dari absolutisme, tendensi absolutisme bukan hanya monopoli kaum stalinis. Kepercayaan tanpa reserve atas doktrin free market democracy juga dapat melahirkan bentuk-bentuk absolutisme baru yang tidak kalah opresifnya dengan totalitarianism rezime stalinis.

Menurut Todorov, karakter pemerintahan demokratik membutuhkan keseimbangan antara tiga hal. Pertama, perlindungan atas hak-hak rakyat dari ancaman dominasi negara maupun kepentingan privat. Kedua, kebebasan tiap-tiap orang untuk menjadi tuan atas dirinya sendiri. Ketiga, terbangunnya aksi kolektif/partisipasi untuk menghasilkan kehidupan yang lebih baik (the idea of progress).

Ketiga hal tersebut harus saling diseimbangkan, ketimpangan dimana satu prinsip lebih kuat daripada yang lain akan memunculkan kondisi tirani/absolutisme.

Absolutisme tersebut dapat muncul dalam bentuk populisme neo-fasistik (mengatasnamakan rakyat), tirani individu/privat (mengedepankan kemerdekaan privat/individu), maupun mesianistik utopis (memajukan progres daripada yang lain).

Seperti halnya yang terjadi dalam rezime totalitarianisme, menurut Todorov sebuah tatanan yang secara institusional demokratik yang hanya mengedepankan kepentingan bisnis/privat di atas yang lain, dapat terjebak pada karakter absolutis dalam corak kekuasaannya.

Ketika kepentingan privat/bisnis menjadi kiblat dalam kehidupan demokrasi, maka baik hak-hak rakyat terutama dalam konteks ekonomi-sosial-budaya terpinggir.

Setiap argumentasi yang mencoba mengedepankan pertimbangan sosial dan kepentingan publik, ditundukkan di bawah kepentingan bisnis.

Apabila partai dalam rezime totaliter berkuasa secara vulgar-absolut mengendalikan kehidupan bersama, maka dalam rezim demokrasi pasar, kepentingan bisnis dan privat secara subtil berkuasa secara absolut menentukan arah kehidupan bernegara.

Dalam kedua tatanan di atas, individu sebagai subyek politik dan warganegara hilang tertelan di bawah kepentingan-kepentingan dominan dalam bendera partai maupun modal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com