Refleksi kasus Jakarta
Mengapa kita berpanjang-panjang membicarakan gagasan Todorov di atas? Apa relevansinya refleksi Todorov atas bentuk-bentuk totalitarianisme baru ini dengan keadaan yang tengah berlangsung di negeri kita?
Apakah kita sekarang sedang menghadapi ancaman-ancaman absolutisme baru didalam suasana kelembagaan demokrasi?
Renungan dari Tzvetan Todorov di atas akan menemukan relevansinya apabila kita melihat berbagai produk kebijakan publik akhir-akhir ini misalnya terkait kebijakan reklamasi Pantai Jakarta.
Ketika peruntukan kepentingan bisnis dan pertumbuhan ekonomi lebih dikedepankan, maka konsiderasi sosial demi pemenuhan hak-hak sosial terabaikan.
Kepentingan komunitas nelayan Jakarta di sekitar tempat reklamasi, kepentingan warga Jakarta yang rentan menghadapi ancaman banjir akibat perlambatan aliran sungai, kepentingan ekologis yang terancam ketika proses reklamasi dijalankan, semuanya dikesampingkan ketika tidak dapat disesuaikan dengan kepentingan bisnis dan investasi.
Tendensi absolutisme tersebut nampak misalnya ketika pemimpin Kota Jakarta kemudian bergantung hanya kepada alasan formal yuridis yakni Keppres No. 52 tahun 1995 tentang reklamasi untuk menjalankan reklamasi Pantai Jakarta.
Sebuah kekeraskepalaan yang mubazir apabila ditilik dalam perspektif demokrasi, mengingat bukankah Keppres tersebut lahir pada era Orde Baru, era dimana kolusi bisnis-politik begitu menggurita.
Hanya mempertimbangkan aspek formal-yuridis tanpa mempertimbangkan aspek kemaslahatan rakyat dengan agenda hak-hak ekosobnya justru memperlihatkan watak koersif dari kebijakan tersebut.
Apalagi kebijakan tersebut diambil tanpa mempertimbangkan baik proses komunikasi demokratis dengan segenap pemangku kepentingan maupun pelibatan rakyat sebagai pihak terdampak kebijakan.
Secara politis pun, ada dua hal yang juga mubazir dalam implementasinya yakni tidak tercipta konsensus politik dan terabaikan pula pemenuhan aspirasi dalam partisipasi rakyat didalamnya.
Kesadaran baru
Kasus reklamasi Pantai Jakarta beserta dengan polemik yang mengikutinya memunculkan kesadaran baru. Pertama, bahwa absolutisme bisa muncul dalam keadaan kelembagaan demokrasi hanya ketika kepentingan privat menjadi pertimbangan utama dalam kebijakan publik dibandingkan pertimbangan sosial dan kebaikan publik.
Kedua, bahwa kritik dan gugatan atas kebijakan tersebut bukanlah manifestasi dari sikap absolut-absolutan dalam menolak kepentingan pasar dan privat dalam realisasi kebijakan.
Kritik dan gugatan atas kebijakan tersebut adala upaya untuk menyeimbangkan tiga elemen kunci dalam corak kekuasaan demokrasi yakni hak dasar rakyat, kemerdekaan individu, peluang kolektif setiap warga untuk hidup lebih baik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.