Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Barang Sitaan Rawan Digelapkan

Kompas.com - 20/04/2016, 10:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Penyelewengan dan penggelapan barang sitaan rawan terjadi di instansi yang memiliki kewenangan mengelola. Data yang tidak terinventarisasi dan tersinkronisasi dengan baik dari daerah ke pusat menjadi penyebab utama sulitnya mengawasi pengelolaan barang sitaan

Sejumlah kasus dugaan penggelapan barang sitaan oleh penegak hukum beberapa kali terjadi. Kejaksaan Agung, saat ini, tengah memeriksa mantan Ketua Satuan Tugas Khusus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi Chuck Suryosumpeno karena diduga terjadi pelanggaran prosedur pelelangan aset milik terpidana perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Hendra Rahardja.

Sebelumnya, seorang jaksa senior di Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Djami Rotu Lede ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menjual barang sitaan dari terdakwa pembobolan Bank BNI, Adrian Waworuntu.

Penggelapan barang sitaan rawan terjadi karena instansi yang berwenang menyita tidak transparan dan data barang sitaan tidak terinventarisasi dengan baik.

Berdasarkan penelusuran Kompas, data barang sitaan tidak mudah diperoleh di lembaga penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan.

Umumnya, tiap lembaga menginventarisasi jumlah dan jenis barang sitaan di wilayah masing-masing. Akan tetapi, terkadang, pihak yang berwenang di wilayah tidak melakukan pelaporan secara utuh dan berkala sehingga tidak terpantau pusat.

Memprihatinkan

Kepala Subdirekorat Administrasi Pengelolaan Benda Sitaan dan Barang Rampasan Negara Kemenkumham Sahat F Aritonang mengatakan, dari 63 Rupbasan yang ada di Indonesia, sebagian besar kondisinya memprihatinkan karena tidak semua memiliki lahan dan gudang sendiri.

Dari 63 unit itu, hanya 27 unit yang menempati lahan dan kantor sendiri. Itu pun lahan sisa eks lapas atau rutan.

Menurut ketentuannya, jika Rupbasan tidak mampu menampung barang sitaan negara, Kepala Rupbasan bisa menitipkan barang itu kepada penegak hukum yang menyita barang-barang tersebut, apakah itu kepolisian, kejaksaan, KPK, ataupun pengadilan. Namun, menurut Sahat, di sinilah persoalannya.

Idealnya, ketika suatu perkara sudah inkracht, maka barang sitaan itu pun sudah bisa dieksekusi atau dilelang.

Namun, itu tidak selalu bisa dilakukan, Faktanya, barang sitaan negara bisa sampai rusak, bahkan menjadi rongsokan di gudang Rupbasan karena tidak kunjung ada kejelasan eksekusi oleh penegak hukum.

”Soal pelelangan, itu betul-betul di luar kewenangan kami. Kami seolah-olah hanya menjadi tempat penitipan barang dan petugas hanya merawat lalu melihat barang-barang itu dititipkan dan diambil kembali. Jika kami memiliki kewenangan melelang, mungkin hal semacam itu tidak terjadi,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com