Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imam Aziz: Tidak Pernah Ada Perintah dari Kiai NU Untuk Bunuh Warga PKI

Kompas.com - 20/04/2016, 08:50 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Bidang Kebudayaan dan Aubungan antar Umat Beragama PBNU, Imam Aziz, menampik teori bahwa telah terjadi konflik horizontal antara warga Nahdlatul Ulama dengan warga Partai Komunis Indonesia (PKI) yang menyebabkan terjadinya peristiwa pembunuhan massal sekitar tahun 1960-an.

Imam mengatakan bahwa saat itu warga NU sama sekali tidak memiliki rencana untuk melakukan penumpasan terhadap warga PKI, apalagi membunuh atas perintah Kiai.

Menurut dia, pembunuhan massal terhadap warga PKI terjadi karena adanya rantai komando dari aparat keamanan kemudian merekrut dengan paksa orang-orang dari beberapa organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah.

"Saya dan generasi muda NU pernah melakukan penelusuran terkait Tragedi 1965. Saya coba melawan teori bahwa pembunuhan massal juga dilakukan oleh warga NU atas perintah Kiai," ujar Imam saat menghadiri Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).

(Baca: Kisah Sumini, Seorang Guru yang Dicap Komunis)

Lebih lanjut, Imam menceritakan, sekitar tahun 2000, Syarikat Nasional yang terdiri dari generasi-generasi muda NU melakukan penelitian di 35 kabupaten di pulau Jawa dan Bali.

Mereka mewawancarai korban eks tahanan politik '65 dan juga kalangan warga NU. Dari penelusuran tersebut ditemukan fakta-fakta baru yang bisa digunakan sebagai pijakan untuk mengungkap kebenaran.

Menurut penuturan Imam, ada seorang Kiai yang mengatakan kepada warga NU agar tidak bangga dengan tragedi 1965. Saat diwawancarai, Kiai itu mengaku dipaksa ikut menumpas PKI oleh pihak militer.

(Baca: Suparno Dipecat sebagai Tentara Hanya karena Dugaan Terlibat G-30-S)

"Saat itu Kiai yang diwawancarai aktif di gerakan Anshor. Dia disuruh datang ke kantor militer. Dipaksa memakai seragam serupa militer, kemudian diberi pilihan, dibunuh atau membunuh PKI," ungkapnya.

Temuan lain berhasil didapatkan oleh Syarikat Nasional saat menemui salah seorang Kiai sebuah pondok Pesantren di Tuban.

Kiai tersebut, kata Imam, melarang para santrinya keluar malam karena tidak mau ada satu orang santri pun yang terlibat dalam upaya penumpasan PKI tanpa sebab yang jelas.

(Baca: Soal Peristiwa 1965, Luhut Tegaskan Pemerintah Tak Akan Minta Maaf)

"Kiai itu punya prinsip, membunuh satu orang sama dengan membunuh semua orang. Saat itu dia malah memberikan perlindungan kepada orang yang akan ditangkap," kata Imam.

Selain menemui warga NU, Syarikat Nasional juga menemui eks tahanan Pulau Buru. Dari semua eks tapol yang mereka temui, seluruhnya mengaku bahwa sebelum tahun 1965 tidak pernah terjadi konflik horizontal yang berarti dengan warga NU.

Kompas TV Massa Tolak Simposium Nasional Digelar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anies dan Sudirman Said sama-sama ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said sama-sama ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com