JAKARTA, KOMPAS.com - Bambang Soesatyo anggota tim sukses calon ketua umum Partai Golkar Ade Komarudin menilai, munculnya wacana sumbangan wajib bagi setiap calon ketua umum dalam musyawarah nasional luar biasa Partai Golkar merupakan suatu kemunduran.
"Ini pertama kali terjadi dalam sejarah berdirinya Golkar," kata Bambang dalam pesan singkatnya, Kamis (14/4/2016).
Menurut dia, jika ada sumbangan wajib seperti itu, sebaiknya penyelenggara Munaslub bukanlah panitia, melainkan event organizer. Nantinya, munaslub dapat diselenggarakan bak sebuah pertunjukan konser musik.
"Tiket masuknya dijual bagi yang berminat menjadi peserta. Katakanlah peserta munas adalah yang memiliki suara sebagaimana tercatat di DPP Partai Golkar, yaitu 568 dikali per lembar tiket masuk Rp 50 juta bisa dapat kurang lebih Rp 30 miliar," ujarnya.
Jika berkaca pada penyelenggaraan Munas Bali pada 2014 lalu, lanjut Bambang, maka panitia masih bisa mendapatkan untung.
Sebab, Munas 2014 lalu hanya menghabiskan anggaran sebesar Rp 10 miliar saja. (baca: Setoran Rp 20 Miliar oleh Caketum Golkar Dinilai Lestarikan Politik Transaksional)
Sebelumnya, muncul wacana agar setiap calon ketua umum membayar sumbangan wajib. Angka yang muncul hingga Rp 20 miliar bagi setiap calon.
Namun, hingga kini belum diputuskan berapa sumbangan. (baca: Tiga Opsi Ini Dianggap Jalan Keluar Pembiayaan Munaslub Golkar)
Ketua Organizing Committee Munaslub Golkar Zainuddin Amali mengungkapkan, wacana setoran itu diperuntukkan untuk transport bagi para pengurus daerah.
(baca: Setoran Calon Ketum Golkar Khusus untuk "Transport" Pemilik Suara)
Amali mengatakan, selama ini calon cenderung memberikan uang transport secara masing-masing kepada pengurus Dewan Pimpinan Daerah tingkat I dan II yang hadir dalam Munas.
Akibatnya, pengurus daerah yang mempunyai hak suara tidak bisa memilih ketua umum calon secara objektif.