Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arsul Sani: Ada Logika Terbalik Dalam Revisi UU Terorisme

Kompas.com - 28/02/2016, 17:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Arsul Sani menganggap ada sejumlah poin yang janggal dalam draf revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang terorisme yang diajukan pemerintah.

Menurut dia, ada logika terbalik dalam salah satu poin yang diajukan, yakni perpanjangan masa penangkapan menjadi 30 hari. Sementara dalam aturan yang saat ini berlaku, batas waktu penangkapan adalah 7x24 jam.

"Kenapa mesti 30 hari? Seharusnya penangkapan itu setelah mendapat bukti, bukan untuk mencari bukti," ujar Arsul dalam diskusi di Jakarta, Minggu (28/2/2016).

Arsul mengatakan, laporan intelijen saja sudah menjadi satu alat bukti. Sementara alat bukti lainnya bisa dari keterangan saksi.

Dengan demikian, Arsul menganggap tak ada alasan untuk memperpanjang masa penangkapan.

"Ada keperluan untuk revisi itu, tapi tidak kemudian jadi terlalu luas," kata Arsul. Dia berjanji akan mengkritisi ajuan pemerintah itu di Badan Legislasi. Menurut dia, sejumlah poin yang direvisi justru hilang dari fokus kebutuhan.

Sementara menurut Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mrnganggap, penangkapan hanya periode transisi yang tidak butuh waktu panjang.

Bahkan, sedianya waktu 1x24 jam pun cukup untuk menemukan bukti tambahan, tak perlu sampa berminggu-minggu. "Soal penangkapan itu salah tafsir. Ditangkap malah untuk cari alat bukti," kata Haris.

Sebelumnya, ada enam poin perubahan yang hendak diusulkan pemerintah kepada DPR dalam revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang terorisme.

Pertama, dari sisi penangkapan dan penahanan, akan ditambah waktunya. Kedua, dalam hal penyadapan, ijin yang dikeluarkan diusulkan cukup berasal dari hakim pengadilan saja. Saat ini, yang berlaku yaitu ijin penyadapan dari ketua pengadilan negeri.

Ketiga, pemerintah mengusulkan agar penanganan kasus dugaan tindak pidana terorisme diperluas. Aparat diusulkan sudah dapat mengusut terduga teroris sejak mereka mempersiapkan aksi.

Keempat, pemerintah juga mengusulkan agar WNI yang mengikuti pelatihan militer teror di luar negeri dapat dicabut paspornya.

Kelima, perlu adanya pengawasan terhadap terduga dan mantan terpidana teroris.

Keenam, pengawasan yang bersifat resmi ini juga harus dibarengi dengan proses rehabilitasi secara komprehensif dan holistik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Bingung Mau Siapkan Jawaban

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com