Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK Kebutuhan Siapa, Masyarakat atau Elite Politik?

Kompas.com - 22/02/2016, 18:37 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Candra M Hamzah, menganggap, tidak ada yang salah dengan upaya merevisi UU KPK. Namun, dia menilai, upaya tersebut tidak sesuai jika dilakukan dalam waktu dekat.

Perdebatan yang mencuat pun seharusnya tidak berkutat pada pelemahan atau penguatan KPK, tetapi harus melihat dari sisi kebutuhan.

Ia menyebutkan, perubahan atau pembuatan UU secara sosiologis harus dilihat dari kesesuaiannya dengan keinginan masyarakat atau dipaksakan oleh pemerintah. Selain itu, secara yuridis, sebuah UU tidak boleh bertentangan dengan peraturan lain yang berada di atasnya.

"Kita harus melihat revisi UU KPK ini kebutuhan siapa, masyarakat atau segelintir elite politik? Perubahan UU harus memenuhi kebutuhan masyarakat. Saat ini, saya tidak melihat kebutuhan itu," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (22/2/2016).

(Baca: Ketua DPR: Presiden Sama Sekali Tak Menolak Revisi UU KPK)

Lebih lanjut, dia mengatakan, yang perlu dibenahi saat ini terkait upaya pemberantasan korupsi adalah sistem peradilan pidana. Ada beberapa titik lemah yang membuatnya tidak berjalan dengan baik.

Ia menyebutkan, ada beberapa hal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang harus lebih dulu diubah.

Dia mencontohkan, Pasal 12 dalam undang-undang itu berisi penetapan hukuman yang sama meski penerima suap adalah orang yang berbeda, yakni hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

(Baca: Jokowi dan DPR Sepakat Revisi UU KPK, Hanya Butuh Waktu untuk Sosialisasi)

"Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam KUHP. Seharusnya, hukuman bagi penerima suap yang berprofesi sebagai hakim berbeda dengan penerima suap pegawai negeri biasa atau pejabat," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, pembenahan sistem peradilan pidana ini diperlukan agar peran dan kewenangan penegak hukum bisa berjalan dengan benar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Nasional
PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com