Chandra mengatakan, ada beberapa titik lemah yang membuatnya tidak berjalan dengan baik.
Ia menyebutkan, ada beberapa hal dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang harus lebih dulu diubah.
Ia mencontohkan pasal 12 dalam undang-undang itu menetapkan hukuman yang sama meski penerima suapnya berbeda, yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun.
Selain itu, penerima suap pun dikenakan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 milyar.
(Baca: Soal Revisi UU KPK, Fadli Zon Bangga terhadap Jokowi)
"Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang diatur dalam KUHP. Seharusnya hukuman bagi penerima suap yang berprofesi sebagai hakim berbeda dengan penerima suap pegawai negeri biasa atau pejabat," ungkapnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (22/2/2016).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, pembenahan sistem peradilan pidana ini diperlukan agar peran dan kewenangan penegak hukum bisa berjalan dengan benar.
"Jika ingin upaya pemberantasan korupsi, Pemerintah bisa saja mengeluarkan PP tentang mekanisme kerja antara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian lebih harmonis," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.