Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chandra Hamzah: Draf Revisi UU KPK Saat Ini Tidak Konsisten

Kompas.com - 22/02/2016, 14:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekaligus praktisi hukum, Chandra M. Hamzah, mengatakan, ada beberapa poin perubahan dalam draf revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang tidak konsisten.

Ia menyebutkan, KPK tidak akan pernah bisa mengangkat penyelidik dan penyidik independen apabila terdapat syarat pengalaman dua tahun.

"Saya menilai tidak konsisten. Memberi wewenang mengangkat, namun harus dengan syarat. Sama saja KPK tidak pernah bisa mengangkat penyelidik dan penyidik independen," ujar Chandra Hamzah dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh ILUNI UI, di Kuningan, Jakarta, Senin, (22/2/2016).

"Analoginya apakah kita harus mencari presiden, tapi dengam syarat harus memiliki pengalaman selama 2 tahun sebagai Presiden?" tambahnya.

(Baca: Revisi UU KPK, Ketua KPK Siap Mundur)

Poin lain yang juga menjadi sasaran kritiknya adalah soal kewenangan penyadapan. Di dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi disebutkan bahwa kewenangan penyadapan tidak hanya dimiliki oleh KPK, tetapi juga Kejaksaan dan Kepolisian.

Lembaga lain seperti Badan Intelijen Negara (BIN) pun memiliki kewenangan menyadap dalam menjalankan tugas-tugasnya. Sementara saat ini yang selalu diributkan hanya kewenangan penyadapan yang dimiliki oleh KPK.

"Lalu bagaimana dengan dua lembaga yang lain?" ucapnya.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, Mahkamah Konstitusi dalam putusan judicial review pernah mengatakan, penyadapan yang dilakukan KPK adalah sah menurut undang-undang.

(Baca: Usai Bertemu Pimpinan DPR, Jokowi Akan Bersikap soal Revisi UU KPK)

Ia pun mengusulkan terkait penyadapan, seharusnya diatur dalam UU tersendiri, karena ada beberapa lembaga lain juga memiliki kewenangan menyadap.

Hal lain yang juga menunjukkan inkonsistensi draf perubahan UU KPK yakni kewenangan dewan pengawas dalam memberikan izin penyitaan dan penyadapan.

(Baca: Menkumham Dukung Penyadapan yang Dilakukan KPK Dibatasi )

Menurut Chandra, aturan ini menyalahi Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang mengatur kewenangan penyitaan hanya penyidik dan penuntut umum. Sedangkan kewenangan penyadapan hanya boleh dilakukan oleh penyelidik, penyidik dan penuntut umum.

Dengan begitu, pemberian izin penyadapan hanya boleh berasal dari lembaga yang termasuk dalam bagian penegak hukum.

"Ada ketidakkonsistenan dalam draf RUU KPK sekarang. Draf ini juga tidak memahami beberapa istilah KUHAP," papar Chandra.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com