Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Didesak Susun Perppu Penghentian Perkawinan Anak

Kompas.com - 06/01/2016, 18:13 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Indonesia untuk Penghentian Perkawinan Anak (Koalisi 18+) mendesak agar pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Penghentian Perkawinan Anak untuk menyelamatkan masa depan jutaan anak Indonesia dari darurat kekerasan.

Pasalnya, Koordinator Koalisi 18+, Supriyadi Widodo Eddyono menuturkan, perkawinan anak adalah salah satu modus kekerasan seksual pada anak yang paling tidak tersentuh.

Ia memaparkan, berdasarkan data Komnas Perempuan, selama tahun 2013 terjadi 263.285 kasus kekerasan perempuan, yang terbanyak adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sementara berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang 2015 tercatat sebanyak 649 kasus kekerasan anak terjadi di DKI Jakarta.

"Dengan angka yang begitu besar, tidak heran apabila darurat kekerasan anak menjadi fokus penting pemerintah," tutur Supriyadi melalui keterangan tertulisnya, Rabu (6/1/2016).

"Kami mencatat salah satu modus kekerasan seksual pada anak yang paling tidak tersentuh adalah perkawinan anak," ujarnya.

Dia menambahkan, koalisinya menilai bahwa anak perempuan yang menikah akan terikat relasi kuasa yang begitu besar dengan pasangannya, terlebih jika usia pasangannya lebih tua.

Perwakinan anak Indonesia tertinggi

Potret anak Indonesia saat ini semakin ironis lantaran Indonesia merupakan negara tertinggi kedua di Asia Tenggara dalam praktik perkawinan anak.

Sensus nasional pada 2012 menunjukkan bahwa 1 dari 5 anak perempuan Indonesia telah menikah di bawah usia 18 tahun.

Fakta ini, kata Supriyadi, juga berdampak pada angka kematian anak dan ibu dari hasil perkawinan anak.

"Atas dasar itu, Koalisi 18+ mendorong Pemerintahan Presiden Jokowi untuk segera merespon keadaan mendesak ini dengan mengeluarkan Perpu Perkawinan Anak," kata Supriyadi.

Cukup alasan untuk terbitkan Perppu

Dia juga memaparkan, bahwa urgensi pembentukkan Perppu tersebut didasarkan pada Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 yang menjelaskan tiga syarat objektif Presiden untuk menetapkan Perppu.

Syarat pertama yakni adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan Undang-Undang.

"Kekerasan anak sudah mencapai taraf memprihatinkan. Angka perkawinan anak juga masuk dalam kategori sama mengerikannya," imbuh Supriyadi.

Syarat kedua adalah undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada, sehingga terjadi kekosongan hukum atau undang-undang yang ada tidak memadai.

"UU Perkawinan tidak lagi sesuai dengan kebutuhan hukum dan zaman," ujarnya.

Sementara itu, syarat ketiga adalah jika kekosongan hukum yang terjadi tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang dengan prosedur biasa karena memerlukan waktu yang lama.



Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com