KOMPAS.com - Menjelang akhir 2015 curah hujan di beberapa wilayah Indonesia mengalami peningkatan. Dengan kondisi hujan yang terus-menerus terjadi hingga awal 2016 mendatang, masyarakat dihimbau tetap waspada terhadap terjadinya banjir.
Bencana banjir di Indonesia memang bukan hal baru. Saat memasuki musim penghujan pada November sampai Februari nanti, kondisinya cenderung mengalami peningkatan curah hujan. Hal inilah yang perlu diwaspadai bagi masyarakat yang bermukim di sekitaran sungai besar di Indonesia.
Beberapa wilayah langganan banjir akibat meluapnya air sungai adalah Jakarta, Bandung, Jawa Tengah, dan beberapa wilayah luar Jawa. Untuk itu, perlu antisipasi dari masing-masing daerah dalam mengurangi risiko terjadinya banjir di wilayah sekitar sungai tersebut.
Kawasan langganan banjir di Jakarta, misalnya. Beberapa wilayah, seperti Kampung Pulo, Kampung Melayu dan permukiman yang dekat dengan Sungai Ciliwung rawan banjir saat musim hujan. Namun, di bawah pemerintahan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Jakarta mulai melakukan beberapa cara untuk mengantisipasi terjadinya bencana tersebut.
Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta telah mengupayakan berbagai usaha agar banjir yang terjadi setiap tahun tidak berdampak parah. Karena itulah, beberapa program mulai digalakkan, seperti pengerukan sungai, pembersihan sampah di aliran sungai, dan tentunya juga memaksimalkan proyek "sodetan" Ciliwung.
Seperti dikutip dari KOMPAS.com beberapa waktu lalu, hingga saat ini Pemda Jakarta masih menargetkan “sodetan” Sungai Ciliwung selesai pada 2016 mendatang. Dengan begitu, "sodetan" tersebut dapat mengurangi risiko terjadinya banjir di beberapa wilayah Ibu Kota.
Tindakan lain mengantisipasi terjadinya banjir juga dilakukan oleh PT Telkom Indonesia, Tbk (Telkom). Di musim hujan tahun ini Telkom melakukan Kick Off Crisis Management Team (CMT) Siaga Banjir dan Posko Banjir secara Nasional.
CMT merupakan tim gerak cepat melakukan reaksi terhadap bencana, khususnya banjir. Beberapa upayanya antara lain penyelamatan korban dan aset, hingga pemulihan layanan komunikasi, termasuk proses normalisasi seluruh Infrastruktur yang terkena dampak akibat banjir.
Untuk upaya tersebut Telkom membagi CMT menjadi tiga level, yaitu level nasional, regional dan wilayah. Ketiga pelaksanaan level tersebut dikontrol oleh masing-masing koordinator untuk tanggap darurat saat pemulihan infrastruktur, pelayanan komunikasi internal dan eksternal, serta penyediaan logistik.
Direktur Network IT and Solution (NITS) Telkom, Abdus Somad Arief beberapa waktu lalu mengatakan, salah satu kewajiban Telkom adalah tetap memenuhi kebutuhan layanan komunikasi yang terbaik kepada para pelanggan danstakeholder, meskipun dalam kondisi banjir. Karena itulah, melalui CMT, Telkom bersiap dan waspada terhadap bencana banjir di setiap musim penghujan.
Dalam urusan pemulihan infrastruktur yang terkena dampak banjir, Telkom menyiapkan system dual homing, back-up dan redundancy di seluruh infrastruktur. Termasuk di dalamnya perangkat kontigency, yaitu mobile genset, mobile battery,dan mobile Very Small Apertur Terminal (VSAT) atau pengirim dan penerima sinyal satelit.
"Melalui implementasi CMT ini kami berupaya mempertahankan tingkat layanan kepada pelanggan meskipun dalam kondisi bencana alam. Beberapa hal, misalnya menyiapkan skenario recovery layanan dan infrastruktur," ujar Abdus.
"Selain itu, kami juga dapat melakukan tes, simulasi dan latihan untuk dapat memastikan segala kebutuhan sehingga dapat mengurangi dampak saat terjadi bencana," tambahnya.
saat ditemui di Kantor Witel Jakarta Timur.
Telkom Peduli