Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P: Kami Tidak Akan Berebut Kursi Pimpinan DPR

Kompas.com - 17/12/2015, 14:39 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Bambang Wuryanto, mengatakan, hingga saat ini, belum ada rencana dari pihaknya untuk merevisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD demi mengocok ulang paket pimpinan DPR.

Wacana revisi UU MD3 dan kocok ulang muncul setelah Setya Novanto mengundurkan diri sebagai Ketua DPR, Rabu (16/12/2015) malam.

"Untuk melakukan perubahan itu, kita masih belum berpikir ke sana. PDI-P tidak akan berebut pimpinan, mau itu pimpinan komisi atau pimpinan DPR. Kita ikuti saja peraturan yang ada," kata Bambang di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/12/2015).

Bambang mengakui, UU MD3 hasil revisi menyalahi ketentuan. Akibat UU ini, pimpinan DPR diusung secara paket dan dimenangkan oleh Koalisi Merah Putih. (Baca: Mundurnya Novanto sebagai Ketua DPR Ditunggu Puan Maharani?)

PDI-P sebagai partai pemenang Pemilu Legislatif 2014 justru tidak mendapatkan kursi pimpinan DPR.

Sesuai dengan mekanisme yang diatur di UU MD3, Fraksi PDI-P mempersilakan Fraksi Golkar untuk menunjuk pengganti Novanto sebagai Ketua DPR. (Baca: Mundur sebagai Ketua DPR, Novanto Langgar Kode Etik atau Tidak?)

"Kalau kocok ulang seolah kayak main kartu. Semua DPR ada aturan mainnya. Mekanisme itulah yang harus kita ikuti," ucap Bambang.

Terkait dengan sikap sejumlah anggota yang menyuarakan kocok ulang, Bambang mengatakan bahwa itu merupakan sikap pribadi. PDI-P secara organisasi tak mempunyai rencana apa pun di balik mundurnya Novanto. (Baca: Rizal: Kasus Novanto Jadi Pelajaran Pejabat Lain, Jangan Sibuk Dagang Kekuasaan)

"Suara pribadi dan subyektif, itu akan kalah dengan organisasi. Organisasilah yang akan kita pakai," ucap Bambang.

Novanto memutuskan mundur sebagai Ketua DPR setelah semua pimpinan dan anggota Mahkamah Kehormatan Dewan menyampaikan pandangannya terkait putusan terhadap Novanto.

MKD ketika itu akan mengambil keputusan terkait kasus permintaan saham Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo-Wapres Jusuf Kalla.

Sebanyak 10 orang di MKD menganggap Novanto melakukan pelanggaran kode etik sedang sehingga harus diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPR.

Adapun tujuh orang lainnya menyatakan Novanto melakukan atau terindikasi melakukan pelanggaran kode etik berat dan mengusulkan pembentukan tim panel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com