Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revisi UU KPK Berlanjut, DPR dan Pemerintah Ditengarai Punya Agenda Tersembunyi

Kompas.com - 30/11/2015, 08:23 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kengototan DPR dan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi patut dipertanyakan. Apalagi, revisi UU KPK ini ditargetkan akan selesai sebelum akhir Desember 2015.

"Jika DPR benar akan ngebut membahas sampai akhir Desember, itu artinya DPR dan pemerintah punya kesepakatan tersembunyi yang sama," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus saat dihubungi, Minggu (29/11/2015).

Lucius menilai bahwa kengototan DPR dan pemerintah sangat aneh, seakan-akan UU yang genting direvisi hanyalah UU KPK. Padahal, ada 36 rancangan UU lain dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2015 dan nasibnya belum jelas.

"Jika mereka sekonyong-konyong berlari cepat membahas revisi ini sembari mengabaikan 36 RUU Prolegnas lain. Artinya, ada kepentingan sepihak DPR dan pemerintah yang sengaja disembunyikan dari publik," kata Lucius.

Di sisi lain, penolakan publik selalu tinggi setiap kali wacana revisi UU KPK ini dimunculkan. Lucius pun tak heran jika pasal-pasal yang akan direvisi dari UU KPK nantinya akan kembali melemahkan lembaga antirasuah itu.

Lucius menengarai ada niat tidak baik dalam revisi UU KPK, apalagi DPR merupakan target langganan KPK.

"Sudah pasti niat busuk menghadang langkah KPK, memborgol mereka sebagai pemicu semangat mempercepat pembahasan revisi UU KPK," ucap Lucius.

Rapat Badan Legislasi DPR dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Jumat (27/11/2015) lalu, menyepakati revisi UU KPK diambil alih menjadi inisiatif DPR dan pengerjaannya akan dikebut.

Kesepakatan rapat itu rencananya akan dibawa ke rapat Badan Musyawarah pada Senin (30/11/2015) dan ke rapat paripurna sehari setelahnya. Setelah disahkan di paripurna, DPR tinggal menunggu surat presiden untuk memulai pembahasan.

Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo meyakini Surat Presiden akan segera terbit karena Menkumham dalam rapat sudah mengamini untuk mengebut revisi UU KPK ini.

"Kalau pemerintah tidak segera terbitkan surat presiden, artinya pemerintah menganggap ini tidak penting, artinya tidak sejalan antara Menkumham dengan Presiden," ucap Firman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com