Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Publik Kini Pesimistis, Kasus Setya Novanto Antiklimaks"

Kompas.com - 24/11/2015, 08:56 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat politik dari Formappi, Lucius Karus, mengatakan, sejak awal publik mengawal kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto.

Publik berharap, dengan terungkapnya kasus ini, citra DPR yang sempat terpuruk akan pulih.

Namun, publik justru kini pesimistis setelah Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) justru mempersoalkan legitimasi laporan Menteri ESDM Sudirman Said.

"Ini antiklimaks. Kepedulian publik terhadap kasus ini yang agak tinggi sekarang harus kita tahan. Pesimistis," kata Lucius kepada Kompas.com, Selasa (24/11/2015).

Lucius menambahkan, seharusnya yang dipersoalkan MKD adalah laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Novanto. Bukan sebaliknya, MKD justru tak menggubris substansi persoalan, melainkan justru mempertanyakan legal standing. (Baca: Buntu, MKD Masih Ributkan Rekaman hingga "Legal Standing" Laporan Sudirman)

"Persoalan legal standing ini kan dicari-cari. DPR kan yang menghasilkan peraturan itu, seharusnya mereka lebih paham atas peraturan yang mereka buat sendiri," kata dia. 

"Ketika mereka menghadirkan ahli dari luar DPR, mereka sebenarnya sedang mencari celah untuk menjadikan tata beracara sebagai alat untuk melemahkan kasus ini," lanjut Lucius.

Seperti dikutip Kompas, dalam rapat MKD kemarin, menjadwalkan untuk melihat hasil verifikasi tim ahli MKD terkait bukti dari pengaduan Sudirman sekaligus menentukan apakah MKD bisa menggelar persidangan dengan alat bukti tersebut. 

Namun, rapat diputuskan ditunda karena ada ketidaksepahaman di antara peserta rapat tentang barang bukti yang diserahkan Sudirman. (Baca: Setya Novanto: Saya Tidak Bersalah, Dizalimi, Tahu-tahu Ada Penyadapan)

Dalam laporannya, pekan lalu, Sudirman menyebut ada permintaan saham kepada PT Freeport Indonesia (FI) yang akan diberikan kepada Presiden dan Wakil Presiden.

Permintaan itu disampaikan dalam pertemuan pada 8 Juni 2015 yang belakangan diketahui dilakukan antara Presiden Direktur PT FI Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR Setya Novanto, dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid.

Untuk melengkapi aduannya, Sudirman telah menyerahkan rekaman dan transkrip pembicaraan di pertemuan itu. (Baca: "MKD Adili Etika Anggota DPR, Sama Saja 'Jeruk Makan Jeruk'")

Menurut Ketua MKD dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Surahman Hidayat, rekaman yang diserahkan Sudirman ke MKD hanya berdurasi 11 menit dan 38 detik. Sementara itu, menurut laporan Sudirman, durasi pembicaraan sebetulnya mencapai 120 menit.

Menurut Surahman, sebagian anggota MKD juga berpendapat Sudirman tidak memiliki kedudukan hukum karena saat mengadukan kasus tersebut ke MKD tidak sebagai perseorangan, tetapi sebagai Menteri ESDM. (Baca: Junimart Girsang Marah dengan Keputusan Rapat MKD)

Untuk menyelesaikan permasalahan itu, MKD akan mengundang pakar bahasa dan hukum tata negara. Namun, dari mana pakar itu belum diputuskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com