"Revisi tetap dalam rangka untuk memperkuat kelembagaan KPK, bukan untuk melakukan pelemahan terhadap lembaga KPK," kata Plt Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki.
Ruki mengatakan, penguatan kelembagaan tersebut harus berfokus kepada penguatan beberapa ketentuan dalam UU KPK.
Pertama, adalah mengenai kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan.
Menurut Ruki, memang diperlukan audit penyadapan oleh KPK, namun tidak perlu sampai harus meminta izin pengadilan.
Kedua, adalah mengenai pembentukan dewan pengawas KPK. Ruki setuju ada lembaga yang sehari-harinya mengawasi kinerja lembaga antirasuah itu. Namun, pengawas ini harus berada di luar struktur organisasi KPK.
Ketiga, adalah mengenai kewenangan KPK dalam mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3). Dia tidak setuju jika KPK bisa menghentikan penyidikan dan penuntutan karena kurangnya alat bukti.
"Kalau sudah menetapkan tersangka, lalu kemudian tiba-tiba bisa SP3 itu sama saja," kata Ruki.
Dia setuju KPK bisa mengeluarkan SP3 apabila atas alasan manusiawi. Misalnya, tersangka sudah meninggal dunia atau struk berat.
"Kalau sudah meninggal dan struk berat maka kita tidak mausiawi juga. KPK bisa hentikan dengan tetap mendengar dewan pengawas," ucap dia.
Keempat, mengenai kewenangan KPK dalam mengangkat penyelidik, penyidik dan penuntut umum.
Menurut dia, KPK tetap memiliki kewenangan untuk mengangkat penyidiknya. Belum lama ini, sejumlah fraksi di DPR mengusulkan revisi terhadap UU KPK.
Dalam draft usulan itu, terdapat pasal yang dianggap bisa melemahkan bahkan membunuh KPK.
Misalnya usia KPK yang dibatasi hanya 12 tahun sejak UU diundangkan. Setelah menimbulkan protes, akhirnya rencana revisi UU itu ditunda